Biennale Jogja XV

Nasirun

Posted on September 30, 2019, 1:08 pm
2 mins

Nasirun tinggal dan bekerja di Yogyakarta. Ia lulus dari ISI Yogyakarta pada tahun 1994. Nasirun memiliki rekam jejak yang panjang dalam dunia seni rupa. Ia ikut serta dalam berbagai perhelatan seni rupa, misalnya, The (Un)Real, Galeri Nasional, Jakarta (2008), Biennale Jogja X – Jogja Jamming, Taman Budaya Yogyakarta (2009), Crouching Tiger and Hidden Dragon, Artspace Galleries, London (2011), Singapore Biennale, SAM, Singapura (2013), Diverse: 4 Indonesian Position, Gallery Suppan Contemporary, Vienna (2016), dan lain-lain. Nasirun juga telah banyak berpsmeran tunggal, antara lain, Uwuh Seni, Galeri Salihara, Jakarta (2012) dan Nasirun di Museum Narta: Carangan, NuArt Sculpture Park, Bandung (2016). Ia adalah peraih Phillip Morris Indonesia Art Awards pada tahun 1997.

Nasirun mengangkat narasi tentang lukisan Sokaraja yang banyak diperdagangkan di daerah Sokaraja, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, hingga Bandung. Dia membeli sejumlah lukisan Sokaraja lalu kemudian meresponsnya. Lukisan Sokaraja termasuk jenis lukisan yang biasanya dipajang untuk kepentingan dekorasi di dalam rumah. Jenis lukisan semacam ini cukup banyak ditemukan di berbagai daerah, di jual di pinggir-pinggir jalan atau dipasarkan dari rumah ke rumah. Ada berbagai jenis sebutan untuk lukisan semacam ini, yakni lukisan Terang Bulan, lukisan Malang, atau sebutan yang paling populer, lukisan Girlan (pinggir jalan).

Sebagaimana galibnya lukisan Girlan yang lain, lukisan Sokaraja tidak pernah diperhitungkan di dalam sejarah seni rupa Indonesia. Saat ini pun, pelukis-pelukis Sokaraja semakin terdesak, lapak-lapak jualannya berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Nasirun mengajak kita untuk melihat kembali salah satu kepingan penting dalam seni rupa Indonesia, lukisan-lukisan Girlan yang sangat dekat dan paling dikenali oleh masyarakat umum.

SEBELUMNYA

Yennu Ariendra

SELANJUTNYA

Gegerboyo