Biennale Jogja XV

Pisitakun Kuantalaeng

Posted on Oktober 08, 2019, 3:24 pm
2 mins

Pisitakun Kuantalaeng memulai karir sebagai seniman visual pada 2009, dan mulai memainkan musik beberapa waktu kemudian dengan ketertarikan pada bagaimana ekspresi dibentuk melalui berbagai lingkungan media.Peristiwa sejarah, bunyi sintetis, dan instrument musik menginspirasi lagu-lagunya.

Praktik pisitakun merepresentasikan keterputusan dari banyak teman Thailand sebayanya pada saat berlakunya darurat militer sejak terjadi kudeta pada 22 Mei 2014. Dia mempertanyakan nilai-nilai fundamental, yang makin menjadi universal, tanpa mengabaikan isu tentang korupsi dan sebagainya.

Karya-karyanya berbasis pada spekulasi politik dan frustasi internal dan eksternal yang dihadapi seniman. Di antara dunia pararel masa lalu dan masa kini, yang muncul dalam penggunaan “Kaen” dalam pengolahannya atas Elektronik Dance musik khas Isan, yang masih menggunakan gaya Mor Lam sebagai nada dasarnya.

Dalam masa Chao Anouvong ketika Raja Rama III masih bertahta, musik Lao pan banyak mengangkat perjuangan dan situasi politik pada masa itu yang biasanya dinyanyikan oleh tawanan perang Laos yang dibawa ke Thailand. Sekarang ini, versi modern Lao Pan telah disunting dan dinyanyikan lagi oleh Bank- seorang tawanan yang dipenjara karena pelanggaran atas pasal 112.

Waktu selalu bisa mengubah semangat perjuangan music Isan. Perjuangan politik telah mendorong masyarakat Isan untuk bertarung melalui musik mereka dari dulu sampai sekarang. Terjadinya insiden Kabote-Phi Boon (1901 – 1902) yang dipimpin oleh orang Isan pada masa Raja Rama V telah menjadi politik depolitisasi dan juga mendorong partisipasi orang Isan untuk United Front for Democracy against dictatorship (2006 – sekarang). Hal itu menjadi contoh yang tepat bagaimana waktu telah membangun budaya perlawanan menjadi lebih intens.

Masing-masing dunia yang parallel ini menegaskan peran music Isan dan penggunaan “Kaen” dalam beragam dimensi, mulai menjadi medium bagi ekspresi perjuangan politik hingga praktik hidup sehari-hari.

 

Sumber foto: ctm-festival.de