Made Bayak menempuh pendidikan seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Saat ini ia tinggal dan bekerja di Bali. Bayak dikenal dengan proyek Plasticology yang mengolah sampah-sampah menjadi instalasi seni. Dengan Plasticology, Bayak telah banyak melakukanpresentasi publik dan lokakarya di berbagai tempat, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Bayak juga ikut serta dalam berbagai gelaran seni, misalnya, dalam Bruised: Art Action and Ecology in Asia, RMIT Gallery, Melbourne (2019), Kuasa Ingatan, Festival Arsip IVAA, PKKH UGM, Yogyakarta (2017), Encounter, Southeast Asia Plus (SEA+) Triennale, Galeri Nasional (2016), dan program residensi Uncensored, ruangrupa, Jakarta (2004).
Pada Biennale Jogja ini, Bayak membawa satu isu yang telah lama ia tekuni, yakni persoalan sampah plastik. Analogi simbol dan bangun piramid dari sampah plastik itu menjadi jejak dan simbol peninggalan manusia hari ini. Dari sampah yang terkecil, baik yang dihasilkan oleh individu, kemudian berkembang menjadi sampah keluarga, komunitas dalam suatu desa, hingga membentuk kumpulan yang lebih besar seperti suatu wilayah kabupaten kota atau provinsi, dan demikian selanjutnya sehingga semua menjadi masalah yang jauh lebih besar (secara global). Semua menginginkan wilayahnya masing-masing bersih dari sampah tetapi dengan mengotori wilayah lain karena tidak ada yang mau mengeluarkan biaya untuk mencari solusi masalah lingkungan ini.
Sumber foto: kabarbali.id