Abdoel Semute memiliki latar belakang keluarga yang gandrung dengan segala bentuk seni dan budaya Jawa, mulai dari wayang, ketoprak atau ludruk, dan segala ritual yang menyertainya. Sejak tahun 1994, Semute sudah terlibat dalam pertunjukkan teater. Pada tahun 2000an, berangkat dari maraknya kehadiran komik-komik dari luar, Semute membuat kelompok komik independen bernama ORET 101 KOMIK. Gagasannya adalah untuk “menjaga” keberadaan komik Indonesia. Dia juga menginisiasi kolektif Milisi Fotokopi yang fokus pada gerakan seni rupa yang bekerja bersama dengan kampung-kampung dalam kota Surabaya. Saat ini, salah satu hal yang menjadi perhatian Semute adalah soal menjaga kearifan lokal dan tradisi masyarakat di perkampungan kota Surabaya. Dia lalu membentuk komunitas yang hingga sekarang mengajarkan seni tradisi ludruk dan tari remo yang bernama PENDAKI (Padepokan Seni Budaya Kampung Ilmu). Ia juga mendirikan komunitas Paseduluran Djati Djoyodiningrat yan fokus menguri-uri tradisi leluhur yang mulai luntur, macam ruwatan, slamatan, tirakatan, dan lain-lain.
Semute tidak hanya membuat komik, tetapi juga karya-karya performans dan karya-karya berbasis komunitas. Dia bekerja dengan sejumlah paguyuban seni dan kebudayaan untuk merespons berbagai isu sosial yang berlangsung di sekitarnya. Untuk Biennale Jogja, Semute menampilkan salah satu karya yang sempat dia buat bersama Paseduluran Djati Djoyodiningrat untuk menggugat kondisi sosial yang semakin “religius”. Dia melihat kebudayaan Jawa –atau lebih spesifik lagi, kejawen–seolah semakin digerus oleh sikap-sikap intoleran dari kelompok masyarakat tertentu.
Dia melihat bahwa kesenian tradisi yang banyak mengakar di dalam masyarakat Jawa telah terpinggirkan oleh pemahahan yang dangkal. Oleh karena itu, dia berkepentingan untuk membuat seni rupa pertunjukan yang mampu menjembatani kembali relasi yang hilang dari masyarakat dengan kearifan-kearifan lokalnya (dalam konteks masyarakat Jawa, tentunya).