Biennale Jogja XV

Pathompon ‘Mont’ Tesprateep

Posted on Oktober 10, 2019, 11:26 pm
2 mins

Pathompon ‘Mont’ Tesprateep lahir di Bangkok, tetapi besar di Isan (wilayah utara timur Thailand). Ia meraih gelar master jurusan seni rupa di Chelsea College of the Arts, London. Karya-karya Mont menunjukkan kecenderungan puisi sinematik untuk mengyelidiki stratifikasi yang rumit dari cara berpikir manusia dan atas ingatan, dalam kaitannya dengan batas representatif yang kritis antara subjectivity politik dan ingatan.

Dibentuk dari lapisan material suara dan film, dari seluloid sampai digital, dan juga fotografi, karya-karyanya menciptakan suasana trance dan pengalaman imersif selain juga memuncukan kesadaran permainan dan struktur mimpi yang berkait dengan ingatan tunggal atas fragmen-fragmen dan ketidakpastian.

Sejak 2014, Mont bekerja dengan sejumlah material film yang diolah tangan, film-film 16 mm dan S-8m: Endless, Nameless (2014) dan Song X (2017) dan Confusion Is Next (2018). Karyanya telah diputar di beragam film festival dan pameran internasional: Locarno Film Festival, International Film Festival Rotterdam, Berwick Film and Media Arts Festival, Les Rencontres Internationales (Paris/Berlin), Curtas Vila do Conde (Portugal), Media/Art Kitchen at BACC (Bangkok), Asian Film & Video Art Forum (S. Korea), M+ Southeast Asia Moving Image Mixtape (HK), Crossroads 2018 di San Francisco Museum of Modern Art, Hamburg International Short Film Festival, Media City Film Festival (Canada).

Pleng-Krom-Dek (Lullaby)  adalah sebuah prolog bagi projek Mont yang masih berlangsung, “The Scattered World” (judul sementara) (2019-2020)  berbasis pada penelitiannya yang berhubungan dengan konflik di Selatan Thailand. Prolog ini terdiri dari empat lagu dialek Cheche tradisional tyang diolah kembali. Sebagian ditulis oleh masyarakat lokal.

Lirik tradisional ini seringkali menceritakan cara hidup mereka, doktrin, dan percampuran bahasa yang unik. Dalam Pleng-Krom Dek, Mont berkolaborasi dengan seorang penganut Budha Thailand dan penisunan guru, Siriporn Thongchinda, yang juga merupakan pekerja sosial di pusat rehabilitasi anak muda, dan seorang pelestari dialek Cheche.

Dalam melakukan penulisan ulang lagu ini, mereka memilih lirik-lirik yang berfokus pada perilakunya terhadap ketidakharmonisan budaya dan agama yang terjadi akhir-kahir ini. Karya ini merupakan sebuah upaya untuk meleburkan batas antara kisah lokal dan perannya yang implisit sebagai hipnotisme ideologis.

 

Sumber foto: westkowloon.hk

SELANJUTNYA

Vandy Rattana