TENTANG TEMA
THE EQUATOR: Biennale Jogja XI 2011 Edisi ke 1: Perjumpaan Indonesia dan India
February 16, 2011
Biennale Jogja sampai saat ini selalu dihubungkan dengan lokasi spesifiknya, di jantung pulau Jawa, pusat aktivitas budaya. Kota Yogyakarta telah menjadi titik awal untuk mempertanyakan “Daerah Istimewa” dan konteksnya terhadap Indonesia dan di luar, seperti pada biennale-biennale terdahulu yaitu “Countribution”, “Neo-Nation”, Jogja Jamming, dll. “Lokalitas” dalam seluruh aspeknya, adalah pemicu dan sumber yang menarik untuk diteliti dan dieksplorasi.
Dimulai sejak Biennale Jogja XI 2011 ini, Biennale Jogja akan bekerja di sekitar katulistiwa antara 23.27 derajat Lintang Utara dan Lintang Selatan. Biennale Jogja (BJ) mencoba untuk memandang ke depan, mengembangkan perspektif baru yang sekaligus juga membuka diri untuk melakukan konfrontasi atas ‘kemapanan’ ataupun konvensi atas event sejenis. Dalam setiap penyelenggaraanya BJ akan bekerja dan bertatap muka dengan 1 negara dengan semangat saling bertemu dan mengenali persamaan dan perbedaan. BJ dalam dialog antar bangsa ini tidak hanya bekerja dengan seniman individual maupun kelompok, tetapi juga bekerjasama dengan organisasi-organisasi seni baik di Indonesia maupun di negara-negara partner. Sehingga dialog, kerjasama, dan kemitraan yang dirintis akan berkelanjutan dan melahirkan kerjasama-kerjasama baru yang lebih luas.
BJ seri katulistiwa ini akan mengawali perjalanannya ke arah Barat dengan menjumpai India.
THE EQUATOR: Biennale Jogja XI 2011 akan menampilkan 40an seniman kontemporer baik dari Indonesia maupun India. Mereka akan mempresentasikan karya-karya yang kontekstual dan merepresentasikan situasi sosial terkini yang melingkupi ruang hidup mereka. Para seniman akan menampilkan karya-karya secara individual, kelompok, maupun proyek-proyek seni komunitas. Masyarakat bisa mengakses karya-karya itu pada sejak 26 November 2011 s.d 8 Januari 2012 di Jogja Nasional Museum, Taman Budaya Yogyakarta, dan lokasi-lokasi lain di wilayah geografis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mengapa India?
Sejarah keragaman Indonesia selalu berhubungan dengan India sejak India memberi pengaruh besar pada Kebudayaan Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, dan beberapa kelompok etnis di wilayah Timur kepulauan Indonesia.
India dan Indonesia kemudian memiliki beberapa kemiripan sementara juga menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam konteks keragaman budaya.
Religiositas dan Keberagaman
Biennale Jogja seri katulistiwa yang pertama akan fokus pada topik religiositas dan keberagaman, yang menampilkan kembali kemiripan dan perbedaan antara Indonesia dan India. Sepanjang sejarah, relasi ke dua negara ini entah kenapa selalu terhubung lewat agama. Hampir semua agama yang sekarang dipraktikkan di masyarakat Indonesia adalah bawaan orang India, melalui perdagangan atau misi-misi suci. Pada perkembangan berikutnya, ketika agama telah mapan sebagai institusi sosial daripada praktik-praktik spiritual dan kebudayaan, satu hal bisa dilihat bagaimana (perbedaan) penafsiran terhadap teks-teks agama kemudian hanya menjadi bagian dari kekuasaan atau relasi politis.
Menampilkan situasi terkini pada apa yang terjadi di kedua negara, sangat menarik melihat bagaimana seniman menginterpretasi dan membangun dialog antara perbedaan teks-teks agama. Penelitian terhadap lingkungan seni India memperlihatkan bagaimana agama, juga keyakinan dan spiritualisme, adalah salah satu isu paling popular yang paling banyak diminati oleh seniman-seniman India. Interpretasi kritis terhadap primordialisme agama adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan ketika suatu masyarakat sedang digerakkan oleh kelompok yang dominant, dengan mengatasnamakan Tuhan dan agama.
Tujuan kami adalah menunjukan perbedaan cara pandang terhadap praktik-praktik agama dan keyakinan, bukan hanya pada agama-agama besar yang mulai kehilangan gairahnya, namun juga pada agama-agama kecil dan baru. untuk membangun pemikiran kritis dan analitis terhadap konflik-konflik sosial yang berhubungan dengan agama, keyakinan, dan selanjutnya dengan menampilkan praktik-praktik artistik kami berharap membuka dialog mengenai keyakinan dan keagamaan di masyarakat.