Biennale Jogja XV

Larung Kali, Lestari Gajah Wong

Posted on Oktober 27, 2019, 8:57 pm
2 mins

Untuk memperingati hari Sumpah Pemuda, pemuda dan pemudi Gajah Wong menggelar acara budaya bertajuk ‘Larung Kali’, Minggu, 27 Oktober 2019.  Acara ini dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena aktivitas masyarakat dapat terbantu melalui potensi yang dimiliki kali Gajah Wong, seperti menggali pasir, memancing, dan ikan yang berlimpah. Larung Kali juga digelar untuk memupuk rasa kekeluargaan antar sesama warga, terutama Balirejo dan sekitarnya. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, warga dapat peduli dan mencintai lingkungan, terutama kawasan kali Gajah Wong yang bersih, bebas dari sampah plastik dan tidak tercemar.

Larung Kali pertama dilakukan mulai tahun 2019 ini. Serangkaian acara dilakukan, mulai dari mengarak hasil bumi, doa bersama lintas agama, dan larung kali. Acara ini tercetus dari gagasan pemikiran masyarakat yang erat dengan budaya lelabuhan di laut, dimana warga membuat acara budaya yang berhubungan dengan lelabuhan. Sejak pagi, scara perarakan berbentuk seperti gunungan, yang diarak di sekitar jalan warga dimulai dari Deronjongan RT 53 Balirejo, Muja-Muju, Umbulharjo, Yogyakarta. Warga yang berpartisipasi memakai pakaian tradisional adat Jawa, semua kalangan, bapak, Ibu, anak-anak, dan pemuda-pemudi warga Balirejo semua terlibat di gelaran ini.

Setelah sambutan Ketua RW 06 Dr. Sunaryo, dan Lurah Balirejo, Jemari SH, Semua warga berkumpul dengan mempersiapkan bentuk gunungan dan iringan alat musik tradisional. Dimulai dari memutari kawasan jalan kampung, dari gang Kartika, menuju kawasan Simpang Lima, kemudian melewati jembatan Sokowaten, hingga berkumpul kembali di titik awal Deronjongan RT 53.  Berjalan keliling memutari pemukiman warga ini juga bermaksud untuk mengajak sesama warga agar turut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Bentuk larungan berupa gunungan yang diarak yang berisi hasil limpahan rakyat mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, palawija, ketela, kentang dan beras.

Seusai memutari pemukiman warga, bentuk gunungan dibawa menuju sungai. Sebelum dilarung, warga melakukan doa lintas agama agar kegiatan larung dapat berkah. Gunungan tersebut terdiri dari gunungan utama, dan tujuh gunungan kecil. Prosesi dimulai dari melarung gunungan kecil, yang bermakna keselamatan, kesehatan, dan kemudahan rizki. Larung Kali ini juga menyimbolkan bahwa air memiliki peradaban yang sangat penting, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga memiliki nilai simbolis dan religi dalam sebuah tradisi, air tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk bersuci, tetapi juga ucapan syukur kepada Yang Maha Kuasa.