Tentang

Program

Sebagai putaran pertama pasca-Biennale Jogja Equator, Program Publik kali ini berusaha menerjemahkan secara liat keseluruhan gagasan dan proses penyelenggaraan Biennale Jogja 2023 yang bergerak di ruang baru. Adapun program yang merentang sedari penyelenggaraan pameran, diskusi publik, hingga menciptakan peristiwa bersama antara partisipan Biennale Jogja 2023 dengan warga setempat telah berlangsung sedari bulan Agustus sampai November 2023. Kesemuanya dilakukan dalam rangka memperluas cakupan dan pemaknaan atas gagasan yang coba diketengahkan oleh para pihak terlibat.

 

Detail agenda program Biennale Jogja 17 dapat diakses pada pranala berikut:
Jadwal Harian

 

Biennale Jogja telah melakukan program residensi sejak awal seri Equator untuk menjadi tuan rumah pertukaran dan percakapan seniman dari berbagai konteks dan pendekatan. Program residensi membantu seniman untuk mengerti lebih jauh konteks projek mereka terkait dengan tema yang ditawarkan oleh kurator. Juga, untuk memperluas metode kerja mereka dengan proses riset yang lebih dalam dan mendorong mereka untuk menciptakan eksperimen dengan media dan bahasa artistiknya sendiri. Seniman menetap selama satu atau dua bulan bersama dengan komunitas dan belajar situasi hidup serta keseharian di tempat mereka tinggal. Pengalaman menetap tersebut menjadi tujuan penting bagi program residensi, yaitu untuk menghubungkan seniman dengan kondisi sehari-hari yang berbeda dari tempat asalnya dan menghubungkannya dengan beragam komunitas. Para seniman telah berkelana ke Padang, Tidore, Maumere, atau para seniman dari Labuan Bajo, Madura, Tangerang, Bandung menghabiskan waktu di dua desa tempat penyelenggaraan residensi. Para seniman India, Nepal, Rumania, Turki, Serbia, dan lain sebagainya akan tinggal pula untuk menciptakan karya bersama.

Program swakelola dari para  tetangga ruang seni kami di Yogyakarta sebagai rangkaian Biennale Jogja Equator putaran kedua. Mengadaptasi dari kehidupan bermasyarakat Yogyakarta yang peduli dan saling menjaga satu sama lain, kami berusaha terkoneksi dengan ruang atau kegiatan seni diluar area pameran utama.

Tahun ini kata kunci yang ditawarkan sebagai pemantik adalah “Lokalitas dan Sejarah” yang berkorelasi dengan tema besar Biennale Jogja untuk 10 tahun ke depan “Transnasional & Transhistorisitas”. Menganalisa sejarah dari  konteks lokal menjadi langkah awal untuk bisa terhubung dengan lokalitas dan sejarah di belahan dunia lainnya.

Proses ini dipilih lewat panggilan terbuka melalui penilaian dewan juri dan berikut 9 mitra Tangga Teparo untuk Biennale Jogja 17 2023:

Arsip Tari Jogja, G-Print, Kembang Jati, Lukita Ceramic, Miracle Prints, NW Artspace, Perdipe Gallery, Survive Garage, Udeido Studio, Urban Farming Kali Code, dan WAE Artspace.

Para mitra akan membuka pameran dan kegiatan pada rentang bulan Agustus – Oktober 2023.

NW Artspace

Pameran Jogja History Watercolor (NW Art Space X Brebes Art Dictive)


NW Art Space (Nanang Widjaya Art Space) adalah ruang pamer yang berada di
l. Karanglo, Karanglo, Purwomartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta kali ini menjadi salah satu mitra ruang seni sebagai rangkaian pra-Biennale Jogja 17 2023. Pameran khusus lukisan cat air yang bertema “Histori Car Air Menuju Biennale” diselenggarakan NW Art Space mulai tanggal 10 Agustus sampai dengan 2 September 2023, merupakan rangkaian even Jogja Biennale 17. Pameran ini melibatkan 33 pelukis cat air, antara lain Agus Budianto Aquarel, Agustinus MP, Budi Bi, Candra Martoyo, Dony Hendro Wibowo, Harry Suryo, Galuh Tajimalela, Rendra Santana, Robby Lulianto, Hendrik Lawrence Lukman, Huang Fong, Icka Gavrilla, Irwan Widjayanto, Kaler Sutama, Klowor Waldiono, Lukman Gimen, Sandy Leonardo, Moelyoto, Nanang Widjaya, Ngurah Darma, Nyoman Widjaya, Putu Sutawijaya, Pupuk DP, Ratna Sawitri, Sarjianto Sekar, Sen Pao, Silvia Zulaika, Sutarjaya Made, Suwarno Wisetrotomo, S. Hartono, Sukriyal Sadin, Untoro Tanu Merto dan Veynie Vocke. Pameran “Histori Cat Air Menuju Biennale”, dimaksudkan sebagai penanda bahwa untuk pertama kalinya sebuah galeri menyelenggarakan pameran khusus lukisan cat air pada suatu even Biennale. Pameran ini serta-merta menjadi catatan sejarah yang menumbuhkan harapan baru bahwa lukisan cat air mulai diakui untuk bisa sejajar dengan karya-karya seni rupa lainnya.

Salah satu bagian dari program “Tonggo Teparo” Biennale Jogja 2023 yang berkolaborasi dengan Asana Bina Seni—sebuah platform pendidikan untuk seniman dan penulis muda yang diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta, adalah pameran yang diselenggarakan di ruang seni NW Artspace. Dalam program ini, mengundang Brebes Artdictive untuk merespons lingkungan di mana NW Artspace berdiri, yang berada di sebuah kawasan pinggiran Yogyakarta, tetapi justru menunjukkan pergeseran pesat dalam pertumbuhan perumahan dan fasilitas warga. Berasal dari wilayah Pantai Utara Jawa, Brebes Artdictive diajak untuk mengalami ruang kerja yang berbeda dan memberikan perspektif yang menciptakan dialog budaya yang diwujudkan dalam visual mural.

Kurator :
Aak Nurjaman 
Muhammad Farid 

Nama Seniman Brebes :
Arief Mujahidin, Edi Sudrajat, Syahrul Abubakar, Arinda Sukma Insani
Sandy Okap, Alvadio Rezky, Reza Pahlevi, Faris Mamat, Afif Densi, Raun, Jaki, Samsuri, Zidni, Imam Tantowi, Adam Alamsyah, dan Muhamad Rifki Hasan.

Nama Seniman Cat Air :
Agus Budiyanto Aquarelle, Augustinus MP, Budi Bi, Candra Martoyo, Dony Hendro Wibowo, Harry Suryo, Galuh Tajimalela, Rendra Santana, Robby Lulianto, Hendrik Lawrence Lukman, Huang Fong, Icka Gavrilla, Irwan Widjayanto, Kaler Sutama, Klowor Waldiono, Lukman Gimen, Sandy Leonardo, Moelyoto, Nanang Widjaya, Ngurah Darma, Nyoman Widjaya, Putu Sutawijaya, Pupuk DP, Ratna Sawitri, Sarjianto Sekar, Sen Pao, Silvia Zulaika, Sutarjaya Made, Suwarno Wisetrotomo, S. Hartono, Sukriyal Sadin, Untoro Tanu Merto, Veynie Vokke


Aktivasi Pameran Cat Air X Tangga Teparo (Biennale Jogja)

  • Plein Air (Melukis OTS) 
    Bersama : Peserta Pameran 
    Lokasi : Kompleks Candi Ijo (Jl. Candi Ijo, Nglengkong, Sambirejo, Kec. Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta)
    Hari : Jumat, 11 Agustus 2023
    Waktu : Pukul 09.00 – 12.00 WIB
    Narahubung : 087844412921 (Nanang)
    Ketentuan : 
    Plein Air (Melukis OTS) dapat diikuti oleh umum dengan membawa   peralatan melukis masing-masing.
    Peserta umum dapat bergabung secara langsung di kompleks Candi Ijo selama plein air berlangsung.
  • Artist talk 
    Bersama :

Kolektif Brebes Artdictive (Seniman Kolektif Asana Bina Seni)
Klowor Waldiono dan Pupuk DP (Peserta Pameran Cat Air)
Nanang Widjaya (Founder NW Art Space dan Seniman Cat Air)
AA Nurjamah (Kurator NW Art Space)
Muhammad Farid (Penulis Asana Bina Seni)

Lokasi : NW Art Space (Jl. Karanglo, Karanglo, Purwomartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta)
Hari : Jumat, 11 Agustus 2023
Waktu : Pukul 15.00 – 17.00 WIB

G-Print

Gprint Making Studio X Biennale Jogja 17 2023


Gprint Making Art Studio adalah sebuah galeri milik seniman grafis Gunawan Bonaventura yang berada di
Jl. Letjen Suprapto No.60, Ngampilan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pameran ini berlangsung pada tanggal 14-24 September 2023 yang dibuka oleh Prof. M Dwi Marianto, MFA., Ph.D. Program “Tangga Teparo” kali ini berkolaborasi dengan ruang seni Gprint Making Art Studio dengan memamerkan karya dua seniman muda dari program Asana Bina Seni; Reza Kutjh dan Aman Syahril, dua kurator muda Ima Gusti dan Muhammad Farid. Di mana Asana Bina Seni merupakan salah satu program Yayasan Biennale Yogyakarta dalam rangka memberikan kesempatan dan ruang bagi seniman-seniman muda yang berasal dari Yogyakarta serta daerah-daerah lainnya di Indonesia. 

Reza Kutjh, dalam pameran ini, menyajikan proyek observasional yang mendokumentasikan dampak intervensi manusia terhadap alam di sekitar Jalan Daendels Pantai Selatan Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Di sisi lain, Aman Syahril membawa konsep yang mungkin terlihat kontradiktif, yaitu rutinitas kehidupan sehari-hari yang monoton dan pertaliannya terhadap dampak dari revolusi industri yang revolusioner. Meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya berkolaborasi dalam pameran ini untuk menyajikan perspektif yang beragam dalam seni dan isu-isu sosial.

Pameran ini mencoba menggugah kepekaan audiens terhadap kekhususan sejarah, penindasan yang spesifik, serta konteks-konteks perlawanan yang berlainan sehingga butuh dialog intens terus menerus. Sejatinya pameran ini mengajak untuk melihat ke dalam, melihat yang empirik, sebelum merespons hal-hal yang lebih jauh dan abstrak, demi memunculkan sebuah benang merah yang saling berkaitan. Harapannya, melalui konteks inilah empati bisa tumbuh dan solidaritas bisa subur dan mengakar dalam kehidupan sehari-hari.

Kurator:
Ima Gusti
Muhammad Fardi

Seniman:
Aman Syahrir 
Reza Kutjh

Miracle Prints

Perdipe Gallery

Behind the Design (Tangga Teparo X Perdippe Gallery)


Konsepsi seni rupa kontemporer membuka peluang mengenai keberagaman inspirasi terciptanya suatu karya, baik itu peristiwa, suasana batin, benda-benda temuan, profesi dan lain sebagainya. Seniman perupa memiliki latar belakang yang beragam, maka dalam menciptakan karya-karyanya pasti berhubungan erat dengan profesi yang pernah dijalaninya. Desain atau gambar rencana, seperti arsitektur, interior, kriya, taman perkotaan, jembatan dan lain sebagainya tidak mustahil menjadi inspirasi dalam berkarya. Mereka melalui pengalaman imajinasinya mampu mengeksplorasi suatu disain sehingga menghasilkan suatu benda yang unik yang layak dianggap sebagai karya seni, dalam arti mampu menyampaikan suatu pesan tertentu. 

Karya-karya desain, seperti arsitektur, desain interior dan eksterior, desain komunkasi visual, desain kriya dan lain sebagainya, selama ini dianggap sebagai seni terapan, padahal sangat mungkin bisa dieksplorasi menjadi karya seni yang layak diapresiasi publik. Seseorang yang berprofesi sebagai desainer tidak mustahil memiliki pengalaman yang unik, yang menginspirasi untuk menciptakan karya seni. Pengalaman pembuatan desain dengan mengutamakan kepentingan orang lain merupakan persoalan batin berupa tekanan-tekanan. Pengalaman tekanan batin itu antara lain yang menjadi unik, dan pengekspresian tekanan batin melalui penciptaan karya seni adalah jalan satu-satunya, supaya diterima khalayak. 

Inspirasi desain itu direncanakan sebagai suatu konsep dari penyenlenggaraan pameran seni rupa di Perdipe Gallery sebagai partisipan Biennale Jogja ke -17. Adapun perwujudan karya seni rupanya direncanakan dengan menekankan teknik menggambar, dalam arti menampilkan karya-karya yang erat hubungannya dengan karya desain. Teknik yang diutamakan adalah Teknik manual, dalam arti termasuk karya seni konvensional.

Kurator :
AA Nurjaman

Seniman :
Adhik Kristiantoro
Dadang Taufik
Didan Melana
Denakrom
Hanif Maharsi
Heri Suryodiningrat
Lelyana Kurniawati
Retno Redwindsock
Rudi Hendriatno
Thoha Amri

Urban Farming Kali Code

KAMPUNG ADALAH RUANG (Urban Farming Kali Code X Tangga Teparo Biennale Jogja 17 2023

Gagasan seni art space Kebun Kali Code adalah ‘KAMPUNG ADALAH RUANG‘ kampung sebagai tempat atau ruang hidup sekumpulan orang yang sepakat hidup bersama dengan aturan, norma dan etika. Tentunya kesepakatan bersama itu menjadi pijakan atau local wisdom / kearifalan lokal. Kebun kali code melihat itu sebagai ruang interaksi dengan beragam dan berubah – rubah kapan saja, tentu itu sama yang sedang dikerjakan Biennale Jogja 17 2023 ‘perpindahan / perubahan lokalitas, perpindahan / perubahan sejarah kota‘.

Gagasan Kebun Kali Code ‘KAMPUNG ADALAH RUANG‘ akan coba diwujudkan dengan menggabungkan seni dan pertanian, seni sebagai metode atau cara memberikan pesan atau edukasi kepada publik dan pertanian adalah cara kebun kali code menyiapkan lumbung–lumbuk pangan untuk ketahanan dan kemandirian. Dan Kebun Kali Code art space adalah kampung sebagai galeri baik karya visual yang sudah dibangun/ dikerjakan Kebun Kali Code dengan seniman-seniman jogja/ sreet art dan tentunya ada banyak situs dan artefak penanda di kampung yang sudah diarsipkan oleh kebun kali code ataupun kampung. Kampung sebagai panggung dimana kebun kali code dan kampung sudah mengerjakan seni tradisi dan budaya sejak lama dan itu terbukti dengan adanya ruang  sanggar seni dan kampung adalah panggung, karena bagi kampung ruang ruang kampung sudah terbiasa dieksplore dan menjadi panggung pertunjukan. Kampung adalah kelas atau pendidikan, dimana guru yang baik adalah dari pengalaman dan itu dimiliki oleh kampung, kebutuhan bertahan hidup adalah bagian kecil ruang adalah pendidikan salah satunya kelas tani kota dengan banyak workshop-workshop yang mengedukasi publik.

KAMPUNG ADALAH RUANG diselenggarakan mulai tanggal 4 Oktober sampai dengan 4 November 2023, di Kebun Kali Code yang berada di Ledok Tukangan, Tegal Panggung, Danurejan Yogyakarta . Penyelenggaraan pameran KAMPUNG ADALAH RUANG oleh Urban Farming Kali Code menjadi salah satu mitra dalam program Tangga Teparo yang termasuk rangkaian acara Biennale Jogja 17 2023.

Officiated by
Haras Salim

Writer :
Richard Fox

Artist :
Kebun Kali Code, Wimbo Priharso, Raka Wanena, Rere Siroj, Angiring Surya, Gesito Arhant, Muh Arsyad, Muhammad Shodiq, Adelina Puspa, Toh jaya Tono, Vithachu, Yosep, Medialegal

Street Art :
Medialegal, Wimbo Priharsonoang, ISMUI, Digie Sigit, Bigbang k.20, Panqestumu, Hihava, Young Surakarta, Adril Wakyong, Siki Pecah, Homepippa, Yosep, Asep, Anagard


Aktivasi Pameran KAMPUNG ADALAH RUANG :

  • 8 Oktober 2023
    Tour Kampung
    09.00 WIB
  • 22 Oktober 2023
    Workshop Membuat Tempe
    15.00 WIB
  • 29 Oktober 2023
    Pembagian Bibit Gratis
    10.00 WIB
Lukita Ceramic

SVARABHUMI (Lukita Ceramic X Tangga Teparo Biennale 17)

Suara-suara keseharian di sekitar kita, kadang terdengar, menjadi biasa, sampai sering terlupakan. Bagaimana menumbuhkan kesadaran melalui bunyi-bunyian yang mengisi sebuah rang hidup? Dengan mengamplifikasi suara, tapa membuat kericuhan bentuk maupun warna, Kolektif Lukita menawarkan pengingat kecil untuk mengadakan momen bersyukur.

SVARABHUMI beranjak dari keinginan untuk menambah-kan pengalaman multisensori dalam sebuah presentasi seni di suasana terbuka. Dibarengi dengan open house studio, Achmad Zaqi, Arif Hanung TS, Ikhsan, Komar, dan Noris, seniman yang tergabung dalam kolektif Lukita mempertunjukkan proses rutinitanya di studio yang juga dibubuhi signatur setiap individunya.

Dua ratus lonceng yang terangkai menggantung di halaman studio menjadi sebuah representasi rutinitas-pengulangan gerak yang terjadi sehari-hari ditempat ini. Di sisi lainnya, dentingan halus yang terdengar seolah mengajak untuk hening sejenak, membuat jeda dalam rutinitas, menyatu dengan kesadaran yang lebih luas, sebelum nantinya, mulai kembali.

SVARABHUMI diselenggarakan di Lukita Ceramic Studio, Sekarpetak RT 02, Gedongan, Bangunjiwo, Kec. Kasihan, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mulai tanggal 4 Oktober sampai dengan 4 November 2023. Penyelenggaraan SVARABHUMI oleh Lukita Ceramic Studio menjadi salah satu mitra dalam program Tangga Teparo yang termasuk rangkaian acara Biennale Jogja 17 2023. 

Kurator :
Nani Widjaja

Seniman :
Achmad Zaqi
Arif Hanung TS
Ikhsan
Komar
Noris

Udeido Studio

GUYUB LAWE (Udeido X Tangga Teparo Biennale Jogja 17)

Sebagai rangkaian dari perhelatan Biennale Jogja 17 dalam seri program Tonggo Teparo; Ude Studio, Ikatan Keluarga Mahasiswa Timur (IKMT) ISI Yogyakarta, dan Warga Dusun Jipangan RT.01 dan RT.09 dengan bangga mempersembahkan pagelaran ‘Guyub Lawe’. Sebuah program yang dijalankan secara bersama-sama selama kurang lebih sebulan. Pagelaran Guyub Lawe akan mengambil tempat di wilayah RT.01 dan RT.09 Jipangan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, D.I. Yogyakarta dengan beberapa rangkaian kegiatan meliputi:

Tempat:
Minggu 15 Oktober 2023
Jipangan RT 01 & 09, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul

Agenda Siang:
1. Carnaval Guyub – Pukul.13.00 WIB dengan rute dari jalan Selarong hingga menuju RT.09 Jipangan.
2. Bazaar Kuliner – Pukul 13.00 WIB hingga selesai, bertempat di RT.09 Jipangan.
3. Pentas Jathilan – Pukul 14.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB, bertempat di RT.09 Jipangan

Agenda Malam Puncak Guyub Lawe:
1. Pembukaan Pameran Seni Lukis karya dari anak-anak Jipangan
2. Tari Barong oleh warga Jipangan
3. Teater Moke oleh IKMT ISI Yogyakarta
4. Tarian Mkora Mura oleh Udeido
5. Wayang Cangikan Acapella oleh Ki Wahono
6. Tarian Wanda Pa’u oleh anak-anak Jipangan

Mari hadir dan ikut meramaikan acara yang dihelat untuk membangun kebersamaan antar elemen masyarakat ini.

Survive Garage

 

 

Kembang Jati

Tilas Laut (Kembang Jati Art House X Tangga Teparo Biennale Jogja 17)

Program Tangga Teparo kali ini bekerja sama dengan Kembang Jati Art House menampilkan karya dari salah satu kolektif jebolan Asana Bina Seni: Tanglok Art Forum (Madura) yang juga berkolaborasi dengan beberapa seniman Yogyakarta yaitu Ahmad Alwi, Iskandar Sy dan Meuz Prast.

Tanglok Art Forum mencoba membawa isu kelautan ke wilayah agraris Yogyakarta melalui kerangka pendekatan riset dan penciptaan lewat (1) riset-performatif dan (2) pameran partisipatif. Pada riset performatifnya, pantai ditempatkan sebagai situs sejarah. Oleh karena itu, proses riset ini akan berfokus pada pantai yang dihidupi oleh ekosistem masyarakat pesisir. Sementara pameran partisipatif dijadikan sebagai bentuk artikulasi artistik dari hasil riset yang dilakukan dan dimunculkan melalui tajuk Tilas Laut. Hasil dari proses riset, barang-barang temuan serta isu-isu kelautan yang dibawa ini kemudian direspon oleh seniman Kembang Jati Art House melalui drawing On The Spot, Puisi dan Instalasi yang tentu dibuat berdasarkan kacamata “masyarakat agraris”.

Pesisir adalah pintu pertama bagi pertemuan banyak orang, oleh karenanya pameran ini ingin memperlihatkan laut sebagai subjek pengetahuan karena sebagai negara maritim, laut juga merupakan saksi sejarah dan peradaban bangsa. Harapannya pameran ini bisa menjadi rang diskusi dan memunculkan keterkaitan antara peradaban laut dengan peradaban darat. Menunjukan bahwa sebenarnya mereka tidak terpisahkan dan bahwa ada ikatan imaji kultural yang erat antara keduanya.

Seniman
Tanglok Art Forum (Madura)
Ahmad Alwi
Iskandar Sy
Meuz Prast.

Kurator 
Sekar Atika

WAE Artspace

“Sandyasana” Art Exhibition (Artspace WAE X Tangga Teparo Biennale Jogja 17)

Berkecambah di pusat Dusun Tempuran, dipeluk oleh pertemuan Sungai Bedog dan Sungai Bayem, “Sandyasana Art Exhibition” muncul sebagai pertemuan di mana seni, histori, dan lokalitas bersatu. Diselenggarakan oleh Artspace WAE, sebuah wadah yang berdedikasi pada prinsip “Welcoming Art Everywhere”, pameran ini mekar di “Tamantirto”, tempat yang dihidupi oleh air – elemen esensial yang mencerminkan aliran dan pemberian nutrisi pada ekspresi artistik.

“Sandyasana”, bentuk rangkaian kata kata Jawa kuno “Sandya” (persatuan) dan “Sana” (tempat), melambangkan lokalitas “Tempuran” atau titik pertemuan – sebuah pertemuan harmonis antara aliran-aliran seni yang berbeda, masing-masing membawa kisah, menggali tema, dan memberikan ruang bagi refleksi. Walaupun berakar pada nilai geografis dan historis lokasinya, pameran in berkelana melalui berbagai media seni visual, setiap karya menjadi tetesan dalam aliran cerita yang lebih luas, menawarkan eksplorasi dan refleksi dalam kebun yang subur dari kreativitas dan dialog.

Setiap karya seni visual, yang teliti dikurasi, menjadi sebuah tetesan dalam aliran naratif yang lebih luas, membuka ruang dialog yang melewati inklusivitas, komunitas, dan kesadaran akan lokalitas dan seiarah. Sandyasana membawa Anda pada suatu perjalanan di mana seni, seniman, dan ide berinteraksi, bersatu, dan menciptakan gelombang yang mengalir menjembatani waktu dan ruang, mengejawantahkan semangat “Welcoming Art Everywhere.

Seniman:

Caroline Rika
Endry Pragusta
Hedi Hariyanto
Lelyana Kurniawati
Octo Cornelius
Prisman Nazara
Soni Irawan

Arsip Tari Jogja

Gelar Gulung #2 : Prof. Dr. RM. Wisnoe Wardhana (Arsip Tari Jogja X Tangga Teparo Biennale Jogja 17)

 

Pameran Senirupa Anak merupakan salah satu rangkaian program Biennale Jogja dengan yang melibatkan anak-anak sebagai partisipan pameran. Pameran ini pada dasarnya akan melibatkan masyarakat sekitar khususnya sekolah-sekolah jenjang SD dan sanggar di wilayah Desa Panggungharjo dan Bangunjiwo. “Saba Sawah” sebagai judul mengerangkai agenda aktivitas yang akan dilakukan dalam rangkai penyelenggaraan pameran anak-anak, yaitu memberi ruang bagi anak mengenal lingkungan sekitar dengan sawah sebagai ruangnya. Pameran ini akan diselenggarakan di Balai Budaya Karangkitri, Panggungharjo, di mana secara ruang lokasi pameran adalah di sekeliling lahan pertanian dan sawah. Desa, di mana ada dua orang atau lebih berkumpul dan beraktivitas yang pada dirinya adalah kebersamaan. Saat di sana ada kebersamaan, seni adalah keseharian. Pada pameran anak-anak ini, Biennale Jogja tidak hanya memamerkan karya-karya anak-anak tetapi juga beraktivitas bersama merespons lingkungan sekitar Karangkitri. 

Dalam rangkaian pameran ini akan diselenggarakan lokakarya-lokakarya seperti menggambar layangan dan memainkannya, menanam pohon di lingkungan sawah dekat ruang pamer, beragam lokakarya membuat topeng/orang-orangan sawah dan lainnya sebagai penanaman histori dan ekologi yang didampingi oleh fasilitator, hingga mural bersama anak-anak dan seniman secara kolaboratif merespons tembok-tembok sekitar desa. Upaya ini juga sejalan dengan spirit Biennale Jogja yang menjadikan desa-desa di sekitarnya sebagai ruang alternatif dan ruang solidaritas bersama.

Biennale Forum merupakan platform diskusi yang melibatkan seniman, periset, akademisi, dan para daily expert (alih-alih meringkasnya sebagai warga). Kali ini, Biennale Forum yang berjudul “The Baggage We Carried: An Encounter” berusaha menggarisbawahi pertemuan-pertemuan yang terjadi selama proses penyelenggaraan Biennale Jogja 2023: bahwa gelaran ini merupakan pertemuan pertama dengan aktor-aktor baru yang memiliki bagasi pengetahuan, pengalaman, serta dinamika masing-masing; bahwa dalam pertemuan pertama merupakan proses berkenalan dan usaha untuk saling memahami antar aktor dari berbagai latar historis dan lokalitas beragam; dan bahwa dalam pertemuan pertama tidak menutup kemungkinan untuk saling mereparasi. Dari sana, muncul 3 lingkup kerja dari para partisipan yang berharga untuk dibicarakan; timbang-takar sejarah, gender dan produksi pengetahuan, serta jejaring ide dan seni yang terbuka. Kali ini, akan dilaksanakan pula Kongres Kebudayaan Desa sebagai rangkaian Biennale Forum untuk mendiskusikan lebih jauh mengenai desa dalam tanda kutip.

 

Wicara merupakan platform diskusi bagi para kurator untuk menyampaikan gagasan kuratorialnya kepada publik. Dalam  program ini juga menghadirkan diskusi bagi seniman yang membahas mengenai karyanya, proses pengkaryaan, dan trivia-trivia didalam karyanya kepada publik.

Anjangsana merupakan tur kuratorial merupakan kegiatan kunjungan ke lokasi pameran dengan maksud mendekatkan gagasan karya kepada publik. Mengingat lokasi pameran kali ini tersebar ke beberapa tempat, kunjungan akan dilangsungkan dalam kerangka tematik.

Pilin Takarir merupakan program yang berpokok pada aktivasi karya seniman Biennale Jogja 17. Program ini dihadirkan tidak saja untuk memunculkan artikulasi tahap lanjut bagi karya yang sedang dipamerkan, tetapi juga merupakan upaya perluasan gagasan dan pendekatan untuk membentang spektrum wacana ke dalam bentuk atau medium lain. Pilin Takarir akan berlangsung reguler selama penyelenggaraan Biennale Jogja 17 berlangsung.

Menakar Sensualitas Pinggul

Sabtu malam, 14 Oktober 2023, Ela Mutiara mengaktivasi karyanya dalam program Pilin Takarir. Ela menawarkan wacana “Koreografi Sensualitas: Menakar Pinggul dan Panggung Bajidoran” melalui ceramah

Selengkapnya 

Baku Pandang merupakan program pementasan seni pertunjukan yang berfokus pada karya yang berdialog dengan gagasan mengenai lokalitas, baik karya-karya tradisi maupun karya dengan pendekatan dan bentuk inovatif yang berpijak pada lokalitas sebagai gagasan dan cara pandang. Program Baku Pandang akan menghadirkan seni pertunjukan karya dari warga Bangunjiwo dan Panggungharjo, juga karya-karya seniman kontemporer yang mencoba berinteraksi dengan langgam tradisi lokal.

Bentang Silir adalah aktivitas yang menyisip di dalam penyelenggaraan pameran dan agenda lain. Program ini bisa berhubungan langsung atau tak langsung dengan kerangka tematik Biennale Jogja 17. Bentang Silir hadir sebagai peristiwa keseharian.

Partykelir merupakan agenda pemutaran film di kampung-kampung Bangunjiwo dan Panggungharjo. Program ini akan bekerja sama dengan sejumlah platform pemutaran film di Yogyakarta dan sekitarnya. Film-film yang akan diputar berkisar pada tema-tema keluarga, anak-anak, sejarah, terutama yang berfokus pada aspek-aspek sosio-kultural suatu masyarakat. Program ini akan memutar film dengan ragam genre mulia dari fiksi, dokumenter, hingga eksperimental.

Partikel yang Bergulir

Bagaimana upaya Biennale Jogja 17 (BJ17) supaya pewacanaan kuratorial dan capaian yang diharapkan—dalam kasus ini: dekat dengan masyarakat—dapat terwujud? Nampaknya, BJ17 menyelenggarakan satu kegiatan yang

Selengkapnya 

Dalam Gelap, Menjahit yang Samar

Memasuki penyelenggaraan yang ke-17, Biennale Jogja menginisiasi agenda pemutaran film dengan tajuk Partykelir. Pada edisi pertama yang diselenggarakan tanggal 7 Oktober 2023 di Sekar Mataram,

Selengkapnya 

Biennale Jogja telah melakukan program residensi sejak awal seri Equator untuk menjadi tuan rumah pertukaran dan percakapan seniman dari berbagai konteks dan pendekatan. Program residensi membantu seniman untuk mengerti lebih jauh konteks projek mereka terkait dengan tema yang ditawarkan oleh kurator. Juga, untuk memperluas metode kerja mereka dengan proses riset yang lebih dalam dan mendorong mereka untuk menciptakan eksperimen dengan media dan bahasa artistiknya sendiri. Seniman menetap selama satu atau dua bulan bersama dengan komunitas dan belajar situasi hidup serta keseharian di tempat mereka tinggal. Pengalaman menetap tersebut menjadi tujuan penting bagi program residensi, yaitu untuk menghubungkan seniman dengan kondisi sehari-hari yang berbeda dari tempat asalnya dan menghubungkannya dengan beragam komunitas. Para seniman telah berkelana ke Padang, Tidore, Maumere, atau para seniman dari Labuan Bajo, Madura, Tangerang, Bandung menghabiskan waktu di dua desa tempat penyelenggaraan residensi. Para seniman India, Nepal, Rumania, Turki, Serbia, dan lain sebagainya akan tinggal pula untuk menciptakan karya bersama.

Program swakelola dari para  tetangga ruang seni kami di Yogyakarta sebagai rangkaian Biennale Jogja Equator putaran kedua. Mengadaptasi dari kehidupan bermasyarakat Yogyakarta yang peduli dan saling menjaga satu sama lain, kami berusaha terkoneksi dengan ruang atau kegiatan seni diluar area pameran utama.

Tahun ini kata kunci yang ditawarkan sebagai pemantik adalah “Lokalitas dan Sejarah” yang berkorelasi dengan tema besar Biennale Jogja untuk 10 tahun ke depan “Transnasional & Transhistorisitas”. Menganalisa sejarah dari  konteks lokal menjadi langkah awal untuk bisa terhubung dengan lokalitas dan sejarah di belahan dunia lainnya.

Proses ini dipilih lewat panggilan terbuka melalui penilaian dewan juri dan berikut 9 mitra Tangga Teparo untuk Biennale Jogja 17 2023:

Arsip Tari Jogja, G-Print, Kembang Jati, Lukita Ceramic, Miracle Prints, NW Artspace, Perdipe Gallery, Survive Garage, Udeido Studio, Urban Farming Kali Code, dan WAE Artspace.

Para mitra akan membuka pameran dan kegiatan pada rentang bulan Agustus – Oktober 2023.

NW Artspace

Pameran Jogja History Watercolor (NW Art Space X Brebes Art Dictive)


NW Art Space (Nanang Widjaya Art Space) adalah ruang pamer yang berada di
l. Karanglo, Karanglo, Purwomartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta kali ini menjadi salah satu mitra ruang seni sebagai rangkaian pra-Biennale Jogja 17 2023. Pameran khusus lukisan cat air yang bertema “Histori Car Air Menuju Biennale” diselenggarakan NW Art Space mulai tanggal 10 Agustus sampai dengan 2 September 2023, merupakan rangkaian even Jogja Biennale 17. Pameran ini melibatkan 33 pelukis cat air, antara lain Agus Budianto Aquarel, Agustinus MP, Budi Bi, Candra Martoyo, Dony Hendro Wibowo, Harry Suryo, Galuh Tajimalela, Rendra Santana, Robby Lulianto, Hendrik Lawrence Lukman, Huang Fong, Icka Gavrilla, Irwan Widjayanto, Kaler Sutama, Klowor Waldiono, Lukman Gimen, Sandy Leonardo, Moelyoto, Nanang Widjaya, Ngurah Darma, Nyoman Widjaya, Putu Sutawijaya, Pupuk DP, Ratna Sawitri, Sarjianto Sekar, Sen Pao, Silvia Zulaika, Sutarjaya Made, Suwarno Wisetrotomo, S. Hartono, Sukriyal Sadin, Untoro Tanu Merto dan Veynie Vocke. Pameran “Histori Cat Air Menuju Biennale”, dimaksudkan sebagai penanda bahwa untuk pertama kalinya sebuah galeri menyelenggarakan pameran khusus lukisan cat air pada suatu even Biennale. Pameran ini serta-merta menjadi catatan sejarah yang menumbuhkan harapan baru bahwa lukisan cat air mulai diakui untuk bisa sejajar dengan karya-karya seni rupa lainnya.

Salah satu bagian dari program “Tonggo Teparo” Biennale Jogja 2023 yang berkolaborasi dengan Asana Bina Seni—sebuah platform pendidikan untuk seniman dan penulis muda yang diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta, adalah pameran yang diselenggarakan di ruang seni NW Artspace. Dalam program ini, mengundang Brebes Artdictive untuk merespons lingkungan di mana NW Artspace berdiri, yang berada di sebuah kawasan pinggiran Yogyakarta, tetapi justru menunjukkan pergeseran pesat dalam pertumbuhan perumahan dan fasilitas warga. Berasal dari wilayah Pantai Utara Jawa, Brebes Artdictive diajak untuk mengalami ruang kerja yang berbeda dan memberikan perspektif yang menciptakan dialog budaya yang diwujudkan dalam visual mural.

Kurator :
Aak Nurjaman 
Muhammad Farid 

Nama Seniman Brebes :
Arief Mujahidin, Edi Sudrajat, Syahrul Abubakar, Arinda Sukma Insani
Sandy Okap, Alvadio Rezky, Reza Pahlevi, Faris Mamat, Afif Densi, Raun, Jaki, Samsuri, Zidni, Imam Tantowi, Adam Alamsyah, dan Muhamad Rifki Hasan.

Nama Seniman Cat Air :
Agus Budiyanto Aquarelle, Augustinus MP, Budi Bi, Candra Martoyo, Dony Hendro Wibowo, Harry Suryo, Galuh Tajimalela, Rendra Santana, Robby Lulianto, Hendrik Lawrence Lukman, Huang Fong, Icka Gavrilla, Irwan Widjayanto, Kaler Sutama, Klowor Waldiono, Lukman Gimen, Sandy Leonardo, Moelyoto, Nanang Widjaya, Ngurah Darma, Nyoman Widjaya, Putu Sutawijaya, Pupuk DP, Ratna Sawitri, Sarjianto Sekar, Sen Pao, Silvia Zulaika, Sutarjaya Made, Suwarno Wisetrotomo, S. Hartono, Sukriyal Sadin, Untoro Tanu Merto, Veynie Vokke


Aktivasi Pameran Cat Air X Tangga Teparo (Biennale Jogja)

  • Plein Air (Melukis OTS) 
    Bersama : Peserta Pameran 
    Lokasi : Kompleks Candi Ijo (Jl. Candi Ijo, Nglengkong, Sambirejo, Kec. Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta)
    Hari : Jumat, 11 Agustus 2023
    Waktu : Pukul 09.00 – 12.00 WIB
    Narahubung : 087844412921 (Nanang)
    Ketentuan : 
    Plein Air (Melukis OTS) dapat diikuti oleh umum dengan membawa   peralatan melukis masing-masing.
    Peserta umum dapat bergabung secara langsung di kompleks Candi Ijo selama plein air berlangsung.
  • Artist talk 
    Bersama :

Kolektif Brebes Artdictive (Seniman Kolektif Asana Bina Seni)
Klowor Waldiono dan Pupuk DP (Peserta Pameran Cat Air)
Nanang Widjaya (Founder NW Art Space dan Seniman Cat Air)
AA Nurjamah (Kurator NW Art Space)
Muhammad Farid (Penulis Asana Bina Seni)

Lokasi : NW Art Space (Jl. Karanglo, Karanglo, Purwomartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta)
Hari : Jumat, 11 Agustus 2023
Waktu : Pukul 15.00 – 17.00 WIB

G-Print

Gprint Making Studio X Biennale Jogja 17 2023


Gprint Making Art Studio adalah sebuah galeri milik seniman grafis Gunawan Bonaventura yang berada di
Jl. Letjen Suprapto No.60, Ngampilan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pameran ini berlangsung pada tanggal 14-24 September 2023 yang dibuka oleh Prof. M Dwi Marianto, MFA., Ph.D. Program “Tangga Teparo” kali ini berkolaborasi dengan ruang seni Gprint Making Art Studio dengan memamerkan karya dua seniman muda dari program Asana Bina Seni; Reza Kutjh dan Aman Syahril, dua kurator muda Ima Gusti dan Muhammad Farid. Di mana Asana Bina Seni merupakan salah satu program Yayasan Biennale Yogyakarta dalam rangka memberikan kesempatan dan ruang bagi seniman-seniman muda yang berasal dari Yogyakarta serta daerah-daerah lainnya di Indonesia. 

Reza Kutjh, dalam pameran ini, menyajikan proyek observasional yang mendokumentasikan dampak intervensi manusia terhadap alam di sekitar Jalan Daendels Pantai Selatan Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Di sisi lain, Aman Syahril membawa konsep yang mungkin terlihat kontradiktif, yaitu rutinitas kehidupan sehari-hari yang monoton dan pertaliannya terhadap dampak dari revolusi industri yang revolusioner. Meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya berkolaborasi dalam pameran ini untuk menyajikan perspektif yang beragam dalam seni dan isu-isu sosial.

Pameran ini mencoba menggugah kepekaan audiens terhadap kekhususan sejarah, penindasan yang spesifik, serta konteks-konteks perlawanan yang berlainan sehingga butuh dialog intens terus menerus. Sejatinya pameran ini mengajak untuk melihat ke dalam, melihat yang empirik, sebelum merespons hal-hal yang lebih jauh dan abstrak, demi memunculkan sebuah benang merah yang saling berkaitan. Harapannya, melalui konteks inilah empati bisa tumbuh dan solidaritas bisa subur dan mengakar dalam kehidupan sehari-hari.

Kurator:
Ima Gusti
Muhammad Fardi

Seniman:
Aman Syahrir 
Reza Kutjh

Miracle Prints

Perdipe Gallery

Behind the Design (Tangga Teparo X Perdippe Gallery)


Konsepsi seni rupa kontemporer membuka peluang mengenai keberagaman inspirasi terciptanya suatu karya, baik itu peristiwa, suasana batin, benda-benda temuan, profesi dan lain sebagainya. Seniman perupa memiliki latar belakang yang beragam, maka dalam menciptakan karya-karyanya pasti berhubungan erat dengan profesi yang pernah dijalaninya. Desain atau gambar rencana, seperti arsitektur, interior, kriya, taman perkotaan, jembatan dan lain sebagainya tidak mustahil menjadi inspirasi dalam berkarya. Mereka melalui pengalaman imajinasinya mampu mengeksplorasi suatu disain sehingga menghasilkan suatu benda yang unik yang layak dianggap sebagai karya seni, dalam arti mampu menyampaikan suatu pesan tertentu. 

Karya-karya desain, seperti arsitektur, desain interior dan eksterior, desain komunkasi visual, desain kriya dan lain sebagainya, selama ini dianggap sebagai seni terapan, padahal sangat mungkin bisa dieksplorasi menjadi karya seni yang layak diapresiasi publik. Seseorang yang berprofesi sebagai desainer tidak mustahil memiliki pengalaman yang unik, yang menginspirasi untuk menciptakan karya seni. Pengalaman pembuatan desain dengan mengutamakan kepentingan orang lain merupakan persoalan batin berupa tekanan-tekanan. Pengalaman tekanan batin itu antara lain yang menjadi unik, dan pengekspresian tekanan batin melalui penciptaan karya seni adalah jalan satu-satunya, supaya diterima khalayak. 

Inspirasi desain itu direncanakan sebagai suatu konsep dari penyenlenggaraan pameran seni rupa di Perdipe Gallery sebagai partisipan Biennale Jogja ke -17. Adapun perwujudan karya seni rupanya direncanakan dengan menekankan teknik menggambar, dalam arti menampilkan karya-karya yang erat hubungannya dengan karya desain. Teknik yang diutamakan adalah Teknik manual, dalam arti termasuk karya seni konvensional.

Kurator :
AA Nurjaman

Seniman :
Adhik Kristiantoro
Dadang Taufik
Didan Melana
Denakrom
Hanif Maharsi
Heri Suryodiningrat
Lelyana Kurniawati
Retno Redwindsock
Rudi Hendriatno
Thoha Amri

Urban Farming Kali Code

KAMPUNG ADALAH RUANG (Urban Farming Kali Code X Tangga Teparo Biennale Jogja 17 2023

Gagasan seni art space Kebun Kali Code adalah ‘KAMPUNG ADALAH RUANG‘ kampung sebagai tempat atau ruang hidup sekumpulan orang yang sepakat hidup bersama dengan aturan, norma dan etika. Tentunya kesepakatan bersama itu menjadi pijakan atau local wisdom / kearifalan lokal. Kebun kali code melihat itu sebagai ruang interaksi dengan beragam dan berubah – rubah kapan saja, tentu itu sama yang sedang dikerjakan Biennale Jogja 17 2023 ‘perpindahan / perubahan lokalitas, perpindahan / perubahan sejarah kota‘.

Gagasan Kebun Kali Code ‘KAMPUNG ADALAH RUANG‘ akan coba diwujudkan dengan menggabungkan seni dan pertanian, seni sebagai metode atau cara memberikan pesan atau edukasi kepada publik dan pertanian adalah cara kebun kali code menyiapkan lumbung–lumbuk pangan untuk ketahanan dan kemandirian. Dan Kebun Kali Code art space adalah kampung sebagai galeri baik karya visual yang sudah dibangun/ dikerjakan Kebun Kali Code dengan seniman-seniman jogja/ sreet art dan tentunya ada banyak situs dan artefak penanda di kampung yang sudah diarsipkan oleh kebun kali code ataupun kampung. Kampung sebagai panggung dimana kebun kali code dan kampung sudah mengerjakan seni tradisi dan budaya sejak lama dan itu terbukti dengan adanya ruang  sanggar seni dan kampung adalah panggung, karena bagi kampung ruang ruang kampung sudah terbiasa dieksplore dan menjadi panggung pertunjukan. Kampung adalah kelas atau pendidikan, dimana guru yang baik adalah dari pengalaman dan itu dimiliki oleh kampung, kebutuhan bertahan hidup adalah bagian kecil ruang adalah pendidikan salah satunya kelas tani kota dengan banyak workshop-workshop yang mengedukasi publik.

KAMPUNG ADALAH RUANG diselenggarakan mulai tanggal 4 Oktober sampai dengan 4 November 2023, di Kebun Kali Code yang berada di Ledok Tukangan, Tegal Panggung, Danurejan Yogyakarta . Penyelenggaraan pameran KAMPUNG ADALAH RUANG oleh Urban Farming Kali Code menjadi salah satu mitra dalam program Tangga Teparo yang termasuk rangkaian acara Biennale Jogja 17 2023.

Officiated by
Haras Salim

Writer :
Richard Fox

Artist :
Kebun Kali Code, Wimbo Priharso, Raka Wanena, Rere Siroj, Angiring Surya, Gesito Arhant, Muh Arsyad, Muhammad Shodiq, Adelina Puspa, Toh jaya Tono, Vithachu, Yosep, Medialegal

Street Art :
Medialegal, Wimbo Priharsonoang, ISMUI, Digie Sigit, Bigbang k.20, Panqestumu, Hihava, Young Surakarta, Adril Wakyong, Siki Pecah, Homepippa, Yosep, Asep, Anagard


Aktivasi Pameran KAMPUNG ADALAH RUANG :

  • 8 Oktober 2023
    Tour Kampung
    09.00 WIB
  • 22 Oktober 2023
    Workshop Membuat Tempe
    15.00 WIB
  • 29 Oktober 2023
    Pembagian Bibit Gratis
    10.00 WIB
Lukita Ceramic

SVARABHUMI (Lukita Ceramic X Tangga Teparo Biennale 17)

Suara-suara keseharian di sekitar kita, kadang terdengar, menjadi biasa, sampai sering terlupakan. Bagaimana menumbuhkan kesadaran melalui bunyi-bunyian yang mengisi sebuah rang hidup? Dengan mengamplifikasi suara, tapa membuat kericuhan bentuk maupun warna, Kolektif Lukita menawarkan pengingat kecil untuk mengadakan momen bersyukur.

SVARABHUMI beranjak dari keinginan untuk menambah-kan pengalaman multisensori dalam sebuah presentasi seni di suasana terbuka. Dibarengi dengan open house studio, Achmad Zaqi, Arif Hanung TS, Ikhsan, Komar, dan Noris, seniman yang tergabung dalam kolektif Lukita mempertunjukkan proses rutinitanya di studio yang juga dibubuhi signatur setiap individunya.

Dua ratus lonceng yang terangkai menggantung di halaman studio menjadi sebuah representasi rutinitas-pengulangan gerak yang terjadi sehari-hari ditempat ini. Di sisi lainnya, dentingan halus yang terdengar seolah mengajak untuk hening sejenak, membuat jeda dalam rutinitas, menyatu dengan kesadaran yang lebih luas, sebelum nantinya, mulai kembali.

SVARABHUMI diselenggarakan di Lukita Ceramic Studio, Sekarpetak RT 02, Gedongan, Bangunjiwo, Kec. Kasihan, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mulai tanggal 4 Oktober sampai dengan 4 November 2023. Penyelenggaraan SVARABHUMI oleh Lukita Ceramic Studio menjadi salah satu mitra dalam program Tangga Teparo yang termasuk rangkaian acara Biennale Jogja 17 2023. 

Kurator :
Nani Widjaja

Seniman :
Achmad Zaqi
Arif Hanung TS
Ikhsan
Komar
Noris

Udeido Studio

GUYUB LAWE (Udeido X Tangga Teparo Biennale Jogja 17)

Sebagai rangkaian dari perhelatan Biennale Jogja 17 dalam seri program Tonggo Teparo; Ude Studio, Ikatan Keluarga Mahasiswa Timur (IKMT) ISI Yogyakarta, dan Warga Dusun Jipangan RT.01 dan RT.09 dengan bangga mempersembahkan pagelaran ‘Guyub Lawe’. Sebuah program yang dijalankan secara bersama-sama selama kurang lebih sebulan. Pagelaran Guyub Lawe akan mengambil tempat di wilayah RT.01 dan RT.09 Jipangan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, D.I. Yogyakarta dengan beberapa rangkaian kegiatan meliputi:

Tempat:
Minggu 15 Oktober 2023
Jipangan RT 01 & 09, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul

Agenda Siang:
1. Carnaval Guyub – Pukul.13.00 WIB dengan rute dari jalan Selarong hingga menuju RT.09 Jipangan.
2. Bazaar Kuliner – Pukul 13.00 WIB hingga selesai, bertempat di RT.09 Jipangan.
3. Pentas Jathilan – Pukul 14.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB, bertempat di RT.09 Jipangan

Agenda Malam Puncak Guyub Lawe:
1. Pembukaan Pameran Seni Lukis karya dari anak-anak Jipangan
2. Tari Barong oleh warga Jipangan
3. Teater Moke oleh IKMT ISI Yogyakarta
4. Tarian Mkora Mura oleh Udeido
5. Wayang Cangikan Acapella oleh Ki Wahono
6. Tarian Wanda Pa’u oleh anak-anak Jipangan

Mari hadir dan ikut meramaikan acara yang dihelat untuk membangun kebersamaan antar elemen masyarakat ini.

Survive Garage

 

 

Kembang Jati

Tilas Laut (Kembang Jati Art House X Tangga Teparo Biennale Jogja 17)

Program Tangga Teparo kali ini bekerja sama dengan Kembang Jati Art House menampilkan karya dari salah satu kolektif jebolan Asana Bina Seni: Tanglok Art Forum (Madura) yang juga berkolaborasi dengan beberapa seniman Yogyakarta yaitu Ahmad Alwi, Iskandar Sy dan Meuz Prast.

Tanglok Art Forum mencoba membawa isu kelautan ke wilayah agraris Yogyakarta melalui kerangka pendekatan riset dan penciptaan lewat (1) riset-performatif dan (2) pameran partisipatif. Pada riset performatifnya, pantai ditempatkan sebagai situs sejarah. Oleh karena itu, proses riset ini akan berfokus pada pantai yang dihidupi oleh ekosistem masyarakat pesisir. Sementara pameran partisipatif dijadikan sebagai bentuk artikulasi artistik dari hasil riset yang dilakukan dan dimunculkan melalui tajuk Tilas Laut. Hasil dari proses riset, barang-barang temuan serta isu-isu kelautan yang dibawa ini kemudian direspon oleh seniman Kembang Jati Art House melalui drawing On The Spot, Puisi dan Instalasi yang tentu dibuat berdasarkan kacamata “masyarakat agraris”.

Pesisir adalah pintu pertama bagi pertemuan banyak orang, oleh karenanya pameran ini ingin memperlihatkan laut sebagai subjek pengetahuan karena sebagai negara maritim, laut juga merupakan saksi sejarah dan peradaban bangsa. Harapannya pameran ini bisa menjadi rang diskusi dan memunculkan keterkaitan antara peradaban laut dengan peradaban darat. Menunjukan bahwa sebenarnya mereka tidak terpisahkan dan bahwa ada ikatan imaji kultural yang erat antara keduanya.

Seniman
Tanglok Art Forum (Madura)
Ahmad Alwi
Iskandar Sy
Meuz Prast.

Kurator 
Sekar Atika

WAE Artspace

“Sandyasana” Art Exhibition (Artspace WAE X Tangga Teparo Biennale Jogja 17)

Berkecambah di pusat Dusun Tempuran, dipeluk oleh pertemuan Sungai Bedog dan Sungai Bayem, “Sandyasana Art Exhibition” muncul sebagai pertemuan di mana seni, histori, dan lokalitas bersatu. Diselenggarakan oleh Artspace WAE, sebuah wadah yang berdedikasi pada prinsip “Welcoming Art Everywhere”, pameran ini mekar di “Tamantirto”, tempat yang dihidupi oleh air – elemen esensial yang mencerminkan aliran dan pemberian nutrisi pada ekspresi artistik.

“Sandyasana”, bentuk rangkaian kata kata Jawa kuno “Sandya” (persatuan) dan “Sana” (tempat), melambangkan lokalitas “Tempuran” atau titik pertemuan – sebuah pertemuan harmonis antara aliran-aliran seni yang berbeda, masing-masing membawa kisah, menggali tema, dan memberikan ruang bagi refleksi. Walaupun berakar pada nilai geografis dan historis lokasinya, pameran in berkelana melalui berbagai media seni visual, setiap karya menjadi tetesan dalam aliran cerita yang lebih luas, menawarkan eksplorasi dan refleksi dalam kebun yang subur dari kreativitas dan dialog.

Setiap karya seni visual, yang teliti dikurasi, menjadi sebuah tetesan dalam aliran naratif yang lebih luas, membuka ruang dialog yang melewati inklusivitas, komunitas, dan kesadaran akan lokalitas dan seiarah. Sandyasana membawa Anda pada suatu perjalanan di mana seni, seniman, dan ide berinteraksi, bersatu, dan menciptakan gelombang yang mengalir menjembatani waktu dan ruang, mengejawantahkan semangat “Welcoming Art Everywhere.

Seniman:

Caroline Rika
Endry Pragusta
Hedi Hariyanto
Lelyana Kurniawati
Octo Cornelius
Prisman Nazara
Soni Irawan

Arsip Tari Jogja

Gelar Gulung #2 : Prof. Dr. RM. Wisnoe Wardhana (Arsip Tari Jogja X Tangga Teparo Biennale Jogja 17)

 

Pameran Senirupa Anak merupakan salah satu rangkaian program Biennale Jogja dengan yang melibatkan anak-anak sebagai partisipan pameran. Pameran ini pada dasarnya akan melibatkan masyarakat sekitar khususnya sekolah-sekolah jenjang SD dan sanggar di wilayah Desa Panggungharjo dan Bangunjiwo. “Saba Sawah” sebagai judul mengerangkai agenda aktivitas yang akan dilakukan dalam rangkai penyelenggaraan pameran anak-anak, yaitu memberi ruang bagi anak mengenal lingkungan sekitar dengan sawah sebagai ruangnya. Pameran ini akan diselenggarakan di Balai Budaya Karangkitri, Panggungharjo, di mana secara ruang lokasi pameran adalah di sekeliling lahan pertanian dan sawah. Desa, di mana ada dua orang atau lebih berkumpul dan beraktivitas yang pada dirinya adalah kebersamaan. Saat di sana ada kebersamaan, seni adalah keseharian. Pada pameran anak-anak ini, Biennale Jogja tidak hanya memamerkan karya-karya anak-anak tetapi juga beraktivitas bersama merespons lingkungan sekitar Karangkitri. 

Dalam rangkaian pameran ini akan diselenggarakan lokakarya-lokakarya seperti menggambar layangan dan memainkannya, menanam pohon di lingkungan sawah dekat ruang pamer, beragam lokakarya membuat topeng/orang-orangan sawah dan lainnya sebagai penanaman histori dan ekologi yang didampingi oleh fasilitator, hingga mural bersama anak-anak dan seniman secara kolaboratif merespons tembok-tembok sekitar desa. Upaya ini juga sejalan dengan spirit Biennale Jogja yang menjadikan desa-desa di sekitarnya sebagai ruang alternatif dan ruang solidaritas bersama.

Biennale Forum merupakan platform diskusi yang melibatkan seniman, periset, akademisi, dan para daily expert (alih-alih meringkasnya sebagai warga). Kali ini, Biennale Forum yang berjudul “The Baggage We Carried: An Encounter” berusaha menggarisbawahi pertemuan-pertemuan yang terjadi selama proses penyelenggaraan Biennale Jogja 2023: bahwa gelaran ini merupakan pertemuan pertama dengan aktor-aktor baru yang memiliki bagasi pengetahuan, pengalaman, serta dinamika masing-masing; bahwa dalam pertemuan pertama merupakan proses berkenalan dan usaha untuk saling memahami antar aktor dari berbagai latar historis dan lokalitas beragam; dan bahwa dalam pertemuan pertama tidak menutup kemungkinan untuk saling mereparasi. Dari sana, muncul 3 lingkup kerja dari para partisipan yang berharga untuk dibicarakan; timbang-takar sejarah, gender dan produksi pengetahuan, serta jejaring ide dan seni yang terbuka. Kali ini, akan dilaksanakan pula Kongres Kebudayaan Desa sebagai rangkaian Biennale Forum untuk mendiskusikan lebih jauh mengenai desa dalam tanda kutip.

 

Wicara Kurator merupakan platform diskusi bagi para kurator untuk menyampaikangagasan kuratorialnya kepada publik.

Anjangsana merupakan tur kuratorial merupakan kegiatan kunjungan ke lokasi pameran dengan maksud mendekatkan gagasan karya kepada publik. Mengingat lokasi pameran kali ini tersebar ke beberapa tempat, kunjungan akan dilangsungkan dalam kerangka tematik.

Pilin Takarir merupakan program yang berpokok pada aktivasi karya seniman Biennale Jogja 17. Program ini dihadirkan tidak saja untuk memunculkan artikulasi tahap lanjut bagi karya yang sedang dipamerkan, tetapi juga merupakan upaya perluasan gagasan dan pendekatan untuk membentang spektrum wacana ke dalam bentuk atau medium lain. Pilin Takarir akan berlangsung reguler selama penyelenggaraan Biennale Jogja 17 berlangsung.

Menakar Sensualitas Pinggul

Sabtu malam, 14 Oktober 2023, Ela Mutiara mengaktivasi karyanya dalam program Pilin Takarir. Ela menawarkan wacana “Koreografi Sensualitas: Menakar Pinggul dan Panggung Bajidoran” melalui ceramah

Selengkapnya 

Baku Pandang merupakan program pementasan seni pertunjukan yang berfokus pada karya yang berdialog dengan gagasan mengenai lokalitas, baik karya-karya tradisi maupun karya dengan pendekatan dan bentuk inovatif yang berpijak pada lokalitas sebagai gagasan dan cara pandang. Program Baku Pandang akan menghadirkan seni pertunjukan karya dari warga Bangunjiwo dan Panggungharjo, juga karya-karya seniman kontemporer yang mencoba berinteraksi dengan langgam tradisi lokal.

Bentang Silir adalah aktivitas yang menyisip di dalam penyelenggaraan pameran dan agenda lain. Program ini bisa berhubungan langsung atau tak langsung dengan kerangka tematik Biennale Jogja 17. Bentang Silir hadir sebagai peristiwa keseharian.

Partykelir merupakan agenda pemutaran film di kampung-kampung Bangunjiwo dan Panggungharjo. Program ini akan bekerja sama dengan sejumlah platform pemutaran film di Yogyakarta dan sekitarnya. Film-film yang akan diputar berkisar pada tema-tema keluarga, anak-anak, sejarah, terutama yang berfokus pada aspek-aspek sosio-kultural suatu masyarakat. Program ini akan memutar film dengan ragam genre mulia dari fiksi, dokumenter, hingga eksperimental.

Partikel yang Bergulir

Bagaimana upaya Biennale Jogja 17 (BJ17) supaya pewacanaan kuratorial dan capaian yang diharapkan—dalam kasus ini: dekat dengan masyarakat—dapat terwujud? Nampaknya, BJ17 menyelenggarakan satu kegiatan yang

Selengkapnya 

Dalam Gelap, Menjahit yang Samar

Memasuki penyelenggaraan yang ke-17, Biennale Jogja menginisiasi agenda pemutaran film dengan tajuk Partykelir. Pada edisi pertama yang diselenggarakan tanggal 7 Oktober 2023 di Sekar Mataram,

Selengkapnya