Yayasan Biennale Yogyakarta adalah organisasi penyelenggara Biennale Jogja yang didirikan pada 2010. Sebagai sebuah organisasi, delapan tahun berjalan adalah waktu yang tepat untuk melihat kembali bagaimana visi dan misi dilaksanakan, dan seberapa jauh lembaga ini telah memberikan kontribusi yang lebih jauh pada masyarakat luas, terutama dalam wilayah kebudayaan dan kesenian yang menjadi kerja utamanya.
Biennale Ekuator yang diperkenalkan semenjak tahun 2011, adalah hasil diskusi panjang dari para penggagas Yayasan Biennale Yogyakarta, yang melihat bahwa menjadi bagian dari masyarakat global artinya kita perlu berdiri di atas pemahaman atas posisi dalam sebuah peta yang lebih luas. Jika internasionalisme—juga dalam seni—seringkali terbaca sebagai sebuah penggabungan atau juga pemisahan, antara Timur/Barat, Utara/Selatan, dan dikotomi-dikotomi semacamnya. Para penggagas Biennale Ekuator mendorong ambisi untuk mengajukan untuk melihat perspektif dan definisi baru atas internasionalisme yang memungkinkan pembacaan terhadap konteks-konteks atau narasi-narasi lain yang selama ini belum dimunculkan, atau bahkan tenggelam karena munculnya narasi lain yang dominan pasca perang.
Dalam konteks kesenian, strategi melihat dunia dalam kerangka pandang khatulistiwa ini tampaknya cukup berhasil untuk memunculkan wacana alternatif. Di tengah kritik-kritik tajam atas penyelenggaraan biennale di berbagai kota di seluruh dunia, dari skala besar hingga biennale-biennale alternatif, Yayasan Biennale Yogyakarta mencoba untuk memainkan peran menjadi bagian dari diskusi yang produktif atas dialektika lokal dan global. Gagasan khatulistiwa telah mempertemukan seniman dan pemikir di Indonesia dengan mitra-mitra mereka dari berbagai Negara dengan latar belakang yang sama menarik, sama unik, dan sama kompleksnya.
Selama delapan tahun, Yayasan Biennale Yogyakarta telah menyelenggarakan empat kali peristiwa biennale seni, dan tiga kali simposium khatulistiwa. Biennale Ekuator #1 bermitra dengan India, Biennale Ekuator #2 bekerja bersama Negara-negara kawasan Arab, Biennale Ekuator #3 menggandeng Nigeria, serta yang baru berlalu adalah Biennale #4 yang menampilkan seniman-seniman dari Brazil. Selama penyelenggaraan Biennale, selain pameran seni, diselenggarakan pula program Festival Ekuator dan Parallel Events yang berupaya untuk menjangkau wilayah-wilayah seni di luar galeri. Simposium Khatulistiwa yang berlangsung di tengah dua biennale berupaya untuk menjaga keberlangsungan pertukaran wacana sehingga pemikiran dan pengkajian tentang khatulistiwa ini bisa menjadi jejaring jangka panjang. Simposium juga menjadi ruang tengah yang mempertemukan masyarakat seni dengan kelompok intelektual dan akademisi.
Pada 2018, beberapa anggota Dewan Pengawas/Pembina Yayasan Biennale Yogyakarta merasakan perlu dilakukan regenerasi sehingga ada pembaruan-pembaruan baik dalam hal konsep maupun program. Melalui proses diskusi yang cukup panjang, proses penjaringan yang cukup cermat, maka beberapa nama anggota baru dalam formasi YBY 2018 sampai periode selanjutnya adalah:
1.DR. M. Nasir Tamara Tamimi (Dewan Pembina)
2.Aloysius Nindityo Adipurnomo (Dewan Pembina)
3.Ir. Eko Agus Prawoto (Dewan Pembina)
4.Ir. Ahmad Noor Arief (Dewan Pembina)
5.Kus Indarto (Dewan Pengawas)
6.Handiwirman Saputra (Dewan Pengawas)
7.Pius Sigit Kuncoro (Dewan Pengawas)
8.Stanislaus Yangni (Dewan Pengawas)
9. Alia Swastika (Ketua)
10. Rismiliana Wijayanti (Sekretaris)
Dengan masuknya nama-nama baru dalam formasi Yayasan Biennale Yogyakarta ini, dengan keberagaman latar belakang mereka, diharapkan ada refleksi terhadap perspektif, metode, dan program-program yang selama ini dilakukan. Dengan demikian, pada lima tahun mendatang, YBY diharapkan bisa menciptakan pendekatan dan metode baru dalam membaca kawasan khatulistiwa. Selain itu, YBY juga terus berupaya untuk memperkuat jejaring kerja dengan pelaku kebudayaan dan penggerak aksi masyarakat sipil baik di Yogyakarta sendiri maupun dalam lingkup nasional dan internasional. YBY percaya bahwa sebagai institusi publik, peran utama organisasi adalah membangun wahana bersama masyarakat luas sehingga visi dan misi dapat diwujudkan dan memberikan kontribusi bagi perubahan sosial menuju masyarakat yang berdaya dan berdikari. Selamat bekerja!