Site Loader

Dalam konteks Nusantara dan Bentang Pasifik ini, Biennale Jogja Seri Khatulistiwa tertarik untuk memfokuskan diri pada praktik-praktik yang berupaya menginvestigasi bagaimana seni dan kebudayaan kontemporer bertaut dengan kesenian di lokal tersebut. Dalam banyak literatur, seni-seni lokal-an ini acap disebut sebagai indigenous art (seni masyarakat pedalaman). Beberapa negara Pasifik belakangan juga membangun strategi-strategi kebudayaan yang menempatkan kebudayaan tempatan ini sebagai prioritas utama. Di Selandia Baru, upaya untuk memasukkan kultur Maori sebagai kanon dan bagian dari pengembangan ekosistem seni yang utama di negara tersebut. Di Australia, kelompok pedalaman ini kemudian disebut sebagai First Nation (orang pertama), sehingga kebudayaannya juga disebut First Nation Culture. Museum-museum seni kontemporer di dua negara ini telah memberikan ruang cukup besar untuk praktik seni dari kelompok tempatan, dan tidak lagi menyekatnya melulu sebagai bagian dari (khazanah) arkeologi atau antropologi.

Akan tetapi, istilah ini pada perkembangan wacananya memerlukan upaya untuk ditelaah dan dikaji kembali, karena konteks pedalaman dan non-pedalaman adalah perkara relasi kuasa yang telah mengalami pergeseran sosial historis dalam periode waktu yang panjang. Yang akan menjadi titik perhatian utama dalam Biennale Jogja adalah bagaimana seni tempat-an (seni lokal) selalu bersifat dinamis dan terbuka, sehingga dapat bertahan dan beradaptasi dengan situasi-situasi baru, atau hidup berdampingan dan merangkul budaya-budaya baru yang masuk.

Meskipun tidak semata-mata menjadi upaya membangun posisi sebagai anti-tesis bagi sejarah dan pengetahuan seni Barat, tetapi perjalanan Biennale Jogja berupaya untuk membuka dan mengumpulkan kembali gagasan, praktik dan proyeksi seni lokal sehingga ada keseimbangan wacana. Hal ini penting untuk diperjuangkan karena sistem pengetahuan seni berbasis Barat (yang terutama dibawa oleh proses kolonialisme) telah sedemikian lama bersifat hegemonic.

Biennale Jogja Khatulistiwa 2021 akan mengungkap ragam kebudayaan nusantara sekaligus  menghubungkannya dengan wilayah-wilayah lain di sepanjang khatulistiwa dan pasifik.