RESIDENSI SENIMAN

Dalam tiap edisi penyelenggaraan Biennale Jogja Equator, Program Residensi Seniman dilaksanakan dengan beberapa agenda dan prospek berbeda, namun tujuannya sama, yakni membangun jaringan pertukaran artisik antarnegara yang bermitra serta menciptakan kesempatan untuk pertemuan langsung dan pemahaman yang mendalam atas budaya daerah tempat residensi berlangsung. Untuk Biennale Jogja XIV, Program Residensi Seniman yang mempertemukan Indonesia dan Brasil—dua negara yang letaknya di dunia saling berseberangan—memiliki tantangan khusus yang ternyata membawa hasil yang baru.

Karena mendatangi titik terjauh dalam perjalanan menelusuri garis khatulitiwa, Biennale edisi kali ini menghadapi tantangan finansial dan jarak geografis yang membuat kami hanya dapat memfasilitasi kedatangan seniman Brasil ke Yogyakarta, namun tidak bisa melakukan yang sebaliknya. Berbeda dengan edisi sebelumnya, di mana pertukaran diawali dengan keberangkatan seniman Indonesia ke negara mitra, kali ini tiga seniman Brasil datang dan tinggal di Indonesia selama dua bulan. Durasi ini adalah periode residensi terpanjang yang pernah dilakukan di bawah payung seri Equator. Dengan dukungan Kedutaan Besar Brasil untuk Indonesia bagi dua seniman yang datang, berikut adalah tiga seniman yang menjalani residensi selama 18 September hingga 9 November: Rodrigo Braga (l. 1976, Amazon – Brasil), Yuri Firmeza (l. 1982, São Paulo, Brasil), dan Daniel Lie (l. 1988, São Paulo, Brasil).  Selain residensi resmi tersebut, Biennale Jogja kali ini juga menjadi saksi kegiatan semi-residensi yang mengundang salah seorang seniman untuk mengerjakan karya in situ selama satu bulan berada di Yogyakarta. Residensi Lourival Cuquinha (l. 1975, Recife – Brasil) disponsori sepenuhnya oleh galeri yang diwakilinya.

Berdasarkan tujuh tahap narasi untuk Main Exhibition yang diajukan oleh kurator dengan tajuk “STAGE OF HOPELESSNESS“, tiap-tiap seniman residensi berkontribusi pada narasi besar dalam peralihan estetis dari ketidakpastian menuju harapan, dan hasil karya seni mereka akan ditempatkan secara berurutan di tiga lantai lokasi pameran. Residensi ini dirancang sedemikian rupa agar seniman dapat memahami aspek lokal yang mereka temui tanpa gagasan yang telah mereka miliki terlebih dahulu. Harapannya, temuan artistik para seniman dapat disertakan dalam usaha bersama untuk membaca kondisi psikologis penduduk dua bangsa tersebut baik secara individual maupun kolektif. Selain itu, proses artistiknya berkembang tanpa perlu mencari kesamaan antara dua negara tersebut. Sebaliknya, tiap seniman yang diundang ke Indonesia memulai satu penelitian utuh baru yang akan mengemukakan pandangan mereka mengenai berbagai aspek budaya dan masyarakat yang dialami selama di Yogyakarta.

Dengan fokus artistik pada hubungan antara manusia dan alam, simbolisme material, atau cara tubuh manusia mendesak atau mengubah alam, titik berangkat Rodrigo Braga adalah fenomena “pulung gantung” di Gunung Kidul untuk meneliti aspek subjektif terkait kasus bunuh diri yang terjadi di wilayah itu. Setelah melakukan wawancara dengan beberapa warga lokal dan tinggal di desa tersebut untuk beberapa lama, Rodrigo tertarik untuk membuat sebuah karya tiga dimensi yang akan mencerminkan simbolisme elemen-elemen cerita dan kepercayaan orang lokal yang muncul berulang, seperti tali, meteorit, atau kepala manusia. Dengan menyelidiki batas yang tipis antara mistisisme dan kebenaran, Rodrigo sedang memeriksa aspek-aspek subjektif, intim, dan bahkan mungkin puitis dari fenomena sosial ini.

Yuri Firmeza ialahseorangprofesordalambidangKajianSinema dan Audiovisual di Federal University of Ceará, dan tinggal di Fortaleza. Ia berpartisipasi dalam berbagai festival film dan pameran internasional. Untuk Biennale Jogja, ia meneliti aktivitas Gunung Merapi di Yogyakarta sebagai titik berangkat untuk memproduksi sebuah karya video dan suara melalui kerja sama dengan musisi eksperimental setempat. Sejak awal, Yuri sudah tertarik pada isu bencana alam seperti gempa di Meksiko atau pengaruh eksistensi manusia pada situs-situs arkeologis di Rio de Janeiro. Dengan melihat bumi bukan sekadar sebagai objek, melainkan subjek dengan dinamika berbeda yang memengaruhi pergerakan manusia, ia tertarik untuk membaca dokumentasi pergerakan Gunung Merapi yang dapat ditransfer ke dalam bentuk potongan suara, video, atau pertunjukan kolaboratif.

Sementara itu, bagi Daniel Lie, residensi juga menjadi kesempatan untuk “kembali ke tempat yang belum pernah dikunjunginya”, dengan membawa cerita personalnya sebagai narasi utama dalam karya instalasinya. Kakek dan nenek Daniel meninggalkan Semarang, Indonesia pada tahun 1958, saat terjadi gejolak politik yang memusuhi orang-orang keturunan Cina. Ia dibesarkan dengan kenangan tentang tempat yang nun jauh di sana itu. Maka, perjumpaan ini membawa (kembali) elemen-elemen dari masa lalu dan sekarang. Baginya, hubungan dengan leluhur dan kematian bersifat primordial, sama seperti upaya untuk memahami proses besar migrasi dan imigrasi yang memengaruhi identitasnya saat ini. Daniel mengajukan ide untuk membawa narasi personalnya; kompleksitas dan proses dirinya memahami itu semua dapat mengungkapkan dimensi sosial-politik yang lebih besar terkait migrasi manusia, spiritualitas, dan hubungan dengan masa lalu.

Sebagai catatan tambahan, selain tiga seniman Brasil yang melakukan residensi, sejumlah seniman Brasil lainnya yang berpartisipasi dalam Main Exhibition mengungkapkan ketertarikan mereka untuk memproduksi karya baru untuk Biennale ini. Terlepas dari kurangnya perjumpaan fisik, jarak, dan zona waktu yang berkebalikan, para seniman telah mulai mengomunikasikan kemungkinan produksi karya seni baru, kerja sama, dan instruksi pemasangan yang mereka butuhkan. Praktik produksi karya seni baru yang dimediasi oleh tim kuratorial ini seakan menentang ruang dan waktu. Selain itu, juga dapat dilihat sebagai praktik baru dalam Biennale Jogja Equator yang berasal dari sejumlah tantangan geografis seperti kesulitan terkait kehadiran atau pengiriman karya. Sejumlah tantangan ini ternyata telah membawa hasil yang lebih menarik serta keterlibatan dan peran serta yang lebih intens. (AL)