Asana Bina Seni 2025 Kembali Hadir sebagai Bagian dari Babak 1 Perhelatan Biennale Jogja 18

Asana Bina Seni merupakan bagian dari program kelas belajar yang diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta sejak 2019 yang telah menjadi bagian dari upaya mengembangkan wacana seni kontemporer yang lintas ilmu juga disiplin seni. Hal ini tentunya sejalan dengan misi Yayasan Biennale Yogyakarta, yaitu untuk menginisiasi dan memfasilitasi berbagai upaya mendapatkan konsep strategis perencanaan kota yang berbasis seni budaya, penyempurnaan blueprint kultural kota masa depan sebagai ruang hidup bersama yang adil dan demokratis. Seni rupa sebagai salah satu sektor kreativitas budaya kian tumbuh dengan pesat di Yogyakarta dan menempati posisi sentral dan mengambil peranan penting dalam kehidupan seni rupa Indonesia. Yogyakarta memiliki peran yang sangat dominan dalam sejarah seni rupa Indonesia. Di wilayah ini terdapat akademi seni paling berpengaruh, tempat tinggal para seniman terkemuka dengan peristiwa seni yang tak pernah surut oleh waktu.

Terinspirasi melalui lembaga belajar Asana Bina Widya yang pernah populer dulu, Asana Bina Seni diharapkan menjadi wadah belajar untuk seniman, penulis, peneliti, serta kurator muda untuk terlibat dalam regenerasi dan pengembangan ekosistem seni di Yogyakarta. Diharapkan inisiasi Biennale Jogja memunculkan ketertarikan lebih mendalam bagi masyarakat untuk terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan seni dan memperluas distribusi pengetahuan seni kepada khalayak. Dengan demikian, seni bisa menjadi sebuah ruang belajar bersama yang mendorong interaksi dinamis, pemikiran kritis, serta dialog terbuka di antara berbagai kelompok masyarakat.

Salah satu catatan penting adalah menggarisbawahi kembali bagaimana program Asana Bina Seni berupaya untuk memperkenalkan dan mengajak para pelaku seni dalam lingkup medan seni Yogyakarta agar dapat mengembangkan pemikiran kritis sebagai metode kerja. Pemikiran kritis ini tidak saja berkait dengan bagaimana seni berfungsi sebagai ruang artikulasi bagi gagasan-gagasan dan pembacaan seniman atas beragam fenomena, tetapi juga pada bagaimana sistem seni itu sendiri diberlangsungkan dengan berbagai model relasi kuasa. Kemampuan untuk membaca relasi kuasa di antara lingkaran aktor dan agen dalam medan sini menjadi salah satu kemampuan penting untuk menjadikan seni sebagai salah satu jalan advokasi sosial.

Tahun ini, program Asana Bina Seni terhitung menjadi angkatan yang ke-7 setelah beberapa kali pelaksanaannya dalam beberapa tahun terakhir. Setelah melakukan temu perdana seluruh peserta pada tanggal 18 Februari 2025 kemarin, diadakan serangkaian kelas bagi para seniman dan penulis/kurator. Topik kelas yang telah diberikan selama bulan Februari – April 2025 antara lain: Kelas Penulis #1 “”Biennale Jogja dan Dekolonisasi Seni”; Kelas Seniman #1 “Seni, Internet, Teknologi”; Kelas Penulis #2 “Pemetaan dan Analisis Sosial”; Kelas Seniman #2 “Menavigasi Kerja Seni Lintas Disiplin”; Kelas Penulis #3 “Aktivisme Gender dan Kelindan Sejarah”; Kelas Seniman #3 “Gender dan Politik Seni”; Kelas Penulis #4 “Tata Pameran dan Artikulasi Kuratorial”; Kelas Seniman #4 “Menerjemahkan Gagasan ke Bentuk”; Kelas Penulis #5 “”Kerja Kuratorial dalam Beragam Konteks”; Kelas Seniman #5 “Seniman dan Penciptaan sebagai Praktik Sosial”.

Setelah terselenggaranya serangkaian kelas penulis dan seniman, telah rampung dilaksanakan juga kelas inkubasi pada tanggal 6-8 Mei 2025 lalu. Seluruh peserta secara bersama-sama berkunjung ke beberapa praktisi seni dan sosial yang ada di Yogyakarta. Kelompok belajar dibagi menjadi 2, yaitu Kelompok Gender dan Sejarah serta Kelompok Ekologi. Setiap kelompok mengunjungi lokasi-lokasi dengan para pelaku dan ekspertis yang sebagai pertukaran pengetahuan yang spesifik sesuai isu per kelompok. Kelompok tema belajar ini nantinya tidak mengikat peserta untuk membuat presentasi akhir dengan tema yang ditentukan tersebut, melainkan bertujuan untuk melatih para peserta berdinamika dan menggali secara lebih dalam tema apa yang nantinya akan diusung dan dibawakan dalam perhelatan Asana Bina Seni 2025. 

Adapun lokasi-lokasi yang dikunjungi oleh Kelompok Ekologi antara lain: Pondok Pesantren Waria Al Fatah, Wikiti, PLASTIK INDONESIA (APLASINDO), Paguyuban Kalijawi, Karang Kemuning Ekosistem, dan Pondok Pesantren Kaliopak. Sementara Kelompok Gender dan Sejarah mengunjungi Sonobudoyo, Rumah Siti Adiyati, Kelompok Wanita Tani (KWT) Sawit, Panggungharjo, Ibu2 Kipper (Benteng Vredeburg), Lawe, dan Pondok Pesantren Kaliopak.

Dalam pelaksanaannya tahun ini, Asana Bina Seni tergabung menjadi satu kesatuan rangkaian program dengan Biennale Jogja 18, yang mengambil tajuk “KAWRUH – Tanah Lelaku”. Asana Bina Seni 2025 yang merupakan Babak Pertama ini akan diselenggarakan di di Padukuhan Boro, salah satu padukuhan di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Biennale Jogja 18 2025 ini masih berada dalam lintasan tema besar TRANSLOKALITAS dan TRANSHISTORISITAS sebagai bagian dari Seri Khatulistiwa (Equator) Putaran Kedua. Tim kuratorial Bob Edrian, Eva Lin dan ketjilbergerak mengumumkan KAWRUH: Tanah Lelaku sebagai judul edisi kali ini, yang merupakan keberlanjutan dari “Titen” Biennale Jogja 17 2023 yang lalu.

 

Siapa Saja yang Terlibat dalam Asana Bina Seni 2025? 

Program Asana Bina Seni ini nantinya akan terdiri dari para tim penulis/kurator, tim riset, dan para seniman yang sebelumnya telah mengikuti serangkaian kelas dan inkubasi. Harapannya, program ini diharapkan dapat memberikan dampak yang berkelanjutan tidak hanya bagi para seniman dan penulis/kurator Asana Bina Seni 2025, tetapi juga masyarakat Desa Boro secara keseluruhan dari setiap lapisan masyarakat, para pemangku kebijakan lokal dan komunitas seni, hingga jaringan komunitas dan pendidikan.

Para Kurator

Lima figur dengan lintas latar belakang hadir sebagai kurator dalam Asana Bina Seni 2025. Dengan praktik yang menjembatani seni, kajian ilmiah, dan pemberdayaan masyarakat. Lima figur tersebut adalah, Muhammad Ade Putra (Riau) menorehkan jejak lewat puisi, riset budaya, dan komunitas literasi. Arami Kasih (Aceh) mengusung kurasi yang berfokus pada isu lingkungan, gender, dan keadilan sosial. Nadia Varayandita Ingrida (Klaten) merangkai riset keamanan, gender, dan digital ke dalam pameran dan tulisan. Shabrina Bachri (Pemalang) mengeksplorasi seni, ruang, dan kebudayaan dengan pendekatan “siasat warga.”, serta Ayu Maulani (Jakarta) yang memadukan kerja kuratorial, manajerial, dan riset artistik untuk mendorong wacana budaya kontemporer. Masing-masing menghadirkan perspektif yang memperkaya pertemuan ide dalam proses berjalannya Asana Bina Seni 2025 dalam Biennale Joga 18 “KAWRUH”: Tanah Lelaku.

Tim Riset 

Tak hanya itu, dua figur dengan latar yang beragam hadir sebagai tim riset/penulis pada Asana Bina Seni 2025, membawa praktik yang merangkai seni, riset, dan jejaring kreatif dalam rangkaian Biennale Jogja 18 “KAWRUH: Tanah Lelaku”. Ialah Bintang Assangga Aprilliantino dan Laurensia Dhamma Viriya. Keduanya membawa perspektif yang membuka ruang dialog baru dalam proses Asana Bina Seni 2025.  Bintang Assangga Aprilliantino (Bogor/Yogyakarta) menaruh perhatian pada seni partisipatoris, isu imitasi/pembajakan, dan gagasan anti-otoritarian, sembari aktif di komunitas, media, dan arsip seni. Laurensia Dhamma Viriya (Yogyakarta) memadukan riset budaya, desain grafis, dan kerja museum, mulai dari anotasi koleksi hingga perancangan pameran dan publikasi. Maria Santissima Trindade (Yogyakarta) menjelajah persilangan desain, literasi, dan terlibat dalam pameran, penulisan, dan kolaborasi lintas disiplin.

Seniman Terlibat 

Sementara untuk para seniman terlibat dalam program Asana Bina Seni 2025, terbagi menjadi 3 kelompok, antara lain Kelompok Pengetahuan Lokal: Agraria, Kelompok Sejarah: Arsip, dan Kelompok Garis Lebur. Kesebelas seniman tersebut antara lain: Anisyah Padmanila Sari, Barikly Farah Fauziah, Fioretti Vera, Darryl Haryanto, Dionisius Maria Caraka Ageng Wibowo, Gata Mahardika, I Kadek Adi Gunawan, Laboratorium Sedusun, Mailani Sumelang, Raden Muhammad Taufik Hidayat, dan Sri Cicik Handayani.

Pada Kelompok Pengetahuan Lokal (Agraria), 3 seniman hadir dan mengusung tema yang menjadi ciri khasnya masing-masing. Laboratorium Sedusun (Gunungkidul) memadukan seni dan kearifan lokal untuk merespons isu. Melalui program seperti Tur De Ngalas dan Festival Bedhidhing, mereka membangun ruang belajar dan dialog yang menjembatani desa dan kota. Lalu, hadir Dionisius Maria Caraka Ageng Wibowo (Semarang/Yogyakarta) yang menelusuri tema temporalitas, mengolah pendekatan ilmiah ke bentuk yang komunikatif dan jenaka lewat drawing, teks, lukisan, dan instalasi. Juga, Raden Muhammad Taufik Hidayat (Yogyakarta) yang menggabungkan keramik, logam, dan media campuran untuk mengeksplorasi hubungan manusia dengan ruang, memori, dan alam, menciptakan dialektika antara bentuk, tekstur, dan makna.

Kemudian pada Kelompok Sejarah (Arsip), tiga seniman lintas disiplin hadir dalam Asana Bina Seni 2025 untuk mengeksplorasi sejarah melalui medium arsip, pertunjukan, dan narasi visual. Mereka merangkai kembali ingatan dan pengetahuan budaya dalam konteks Biennale Jogja 18 “KAWRUH: Tanah Lelaku”. Mailani Sumelang (Rembang/Bantul) memadukan teater, seni rupa, dan kolaborasi sosial dalam karyanya, aktif bersama Kalanari Theatre Movement dan Wayang Suket Indonesia. Anisyah Padmanila Sari (Sleman) mengembangkan Wayang Kebon sebagai ruang kreatif yang menyatukan pedalangan, musik, kerajinan, dan pendidikan budaya lintas generasi. Barikly Farah Fauziah (Malang/Yogyakarta) menghadirkan film dokumenter, fotografi, dan pengarsipan untuk menautkan sejarah, budaya, dan kehidupan sehari-hari. Melalui perspektif masing-masing, mereka membangun jembatan antara masa lalu dan masa kini, menghidupkan arsip sebagai ruang dialog yang terbuka bagi publik.

Kemudian pada Kelompok Garis Lebur, lima seniman lintas disiplin hadir dalam Asana Bina Seni 2025 untuk meretas batas antara seni pertunjukan, musik, dan visual, menciptakan pertemuan ide yang menggugah dalam rangkaian Biennale Jogja 18 tahun ini. Di antaranya I Kadek Adi Gunawan (Lembongan/Yogyakarta) yang menelusuri hubungan tubuh, tradisi, dan ruang kontemporer lewat karya tari yang merespons konteks sosial-budaya. Sri Cicik Handayani (Sumenep) mengolah tradisi Tayub Madura dan narasi perempuan dalam ruang kontemporer melalui riset dan kreasi pertunjukan. Darryl Haryanto (Cikarang Selatan/Yogyakarta) menelusuri batas dan kapasitas kebahasaan manusia yang berpadu dengan komposisi teatrikalitas disorder. Fioretti Vera (Yogyakarta) yang merupakan seorang penyanyi soprano dan komponis yang bekerja dengan isu diskriminasi linguistik. Sementara Gata Mahardika (Yogyakarta) membongkar narasi budaya dominan dan membangun kontra-narasi melalui film, animasi, dan eksperimen visual. Bersama, mereka menghadirkan ruang lintas medium yang mengaburkan batas bentuk, mengajak publik menafsir ulang hubungan antara tubuh, suara, dan citra.

 

Pelaksanaan Perhelatan Asana Bina Seni 2025

Biennale Jogja 18: “KAWRUH: Tanah Lelaku”, akan diselenggarakan dalam dua babak utama. Babak 1, yang terdiri dari 16 seniman, termasuk di dalamnya para peserta Asana Bina Seni 2025, akan diselenggarakan pada tanggal 19–24 September 2025 bertempat di Padukuhan Boro, Desa Karangsewu, Kulon Progo. Babak ini menjadi titik awal perjumpaan dengan warga, membuka ruang dialog antara praktik seni dan pengetahuan lokal yang tumbuh dari pengalaman sehari-hari.

Setelahnya, akan diadakan Babak II yang akan berlangsung pada 5 Oktober – 20 November 2025, bertempat di 3 titik lokasi; Kota Yogyakarta, Desa Panggungharjo, Desa Bangunjiwo. Berfokus pada kerja kolaboratif antara seniman dan komunitas, Babak II ini nantinya akan menelusuri jejak lanskap, tradisi lokal sebagai bentuk kesadaran bersama terhadap perubahan zaman. BJ 18 menempatkan kerja trans-nasional dan trans-lokal sebagai cara untuk membangun imajinasi kolektif baru.