Menyongsong Perhelatan Biennale Jogja 18 Babak II – “KAWRUH: Tanah Lelaku”

Sebagai keberlanjutan dari Biennale Jogja ke-17 tahun 2023, edisi ke-18 masih berlandaskan tema besar Translokalitas dan Transhistorisitas dalam Seri Khatulistiwa Putaran Kedua. Tim kuratorial Bob Edrian (Jakarta), Eva Lin (Taiwan), dan ketjilbergerak (Yogyakarta) mengusung tajuk “KAWRUH: Tanah Lelaku” sebagai bingkai kuratorial. “Kawruh”, yang berasal dari Bahasa Jawa dan berarti pengetahuan hasil olah pengalaman dan akal budi, dimaknai sebagai himpunan praktik artistik yang berakar pada upaya memahami secara mendalam pengetahuan dan kebijaksanaan lokal. Pengetahuan ini diwujudkan melalui karya seni yang hidup selaras dengan alam dan komunitas sekitar.

Biennale Jogja 18 mempertahankan komitmennya untuk berkolaborasi erat dengan berbagai kelompok sosial dan berinteraksi dengan konteks lokal guna mendorong tindakan merebut kembali sejarah, menceritakan mitologi, kosmologi, dan keyakinan sebagai cara merespons pergeseran lanskap, laut, dan gerakan sosial. Biennale Jogja 18 diikuti oleh sekitar 60 seniman dari berbagai daerah dan berbagai negara, merayakan kekayaan setiap lokalitas sebagai sumber semangat solidaritas antara warga Global Selatan.  

Babak II ini akan diselenggarakan pada tanggal 5 Oktober–20 November 2025, berlokasi di tiga titik, antara lain Kota Yogyakarta, Desa Panggungharjo, dan Desa Bangunjiwo. Berfokus pada kerja kolaboratif antara seniman dan komunitas, Babak II menelusuri jejak lanskap, tradisi lokal sebagai bentuk kesadaran bersama terhadap perubahan zaman. Biennale Jogja 18 menempatkan kerja trans-nasional dan trans-lokal sebagai cara untuk membangun imajinasi kolektif baru. 

 

Seniman Babak 2: 

  1. Abdi Karya (Indonesia/Makassar)
  2. Agnes Hansella (Indonesia/Jakarta)
  3. Ali Umar (Indonesia/Yogyakarta)
  4. Anga Art Collective (India)
  5. Arahmaiani (Indonesia/Yogyakarta)
  6. BIYA Project (Indonesia/Bandung)
  7. Bukhi Prima Putri (Indonesia/Yogyakarta)
  8. Dicky Takndare dan Kevin van Braak (Indonesia/Papua dan Belanda)
  9. Djoko Pekik (Indonesia/Yogyakarta)
  10. Dolorosa Sinaga (Indonesia/Jakarta)
  11. Egga Jaya (Indonesia/Bandung)
  12. Entang Wiharso (Indonesia/Yogyakarta)
  13. Fadriah Syuaib (Indonesia/Ternate)
  14. Faisal Kamandobat (Indonesia/Cilacap)
  15. Faris Wibisono (Indonesia/Wonogiri)
  16. Fioretti Vera (Indonesia/Yogyakarta)
  17. Gata Mahardika (Indonesia/Gresik)
  18. Gilang Anom Manapu Manik (Indonesia/Bandung)
  19. Hashel Al Lamki (UEA)
  20. Herjaka H.S (Indonesia/Yogyakarta)
  21. Imal Malabar (Indonesia/Gorontalo)
  22. Inter-Asia Woodcut Mapping (Hong Kong)
  23. Irene Agrivina (Indonesia/Yogyakarta)
  24. Ismu Ismoyo (Indonesia/Yogyakarta)
  25. Iwan Yusuf (Indonesia/Yogyakarta)
  26. Jessica Soekidi (Indonesia/Jakarta) berkolaborasi dengan Nurohmad (Indonesia/Yogyakarta)
  27. Karen Hardini bersama Jagad Cilik (Indonesia/Yogyakarta)
  28. Kawayan de Guia (Filipina)
  29. Kelly Jin Mei (Singapura)
  30. Ki Warno Waskito/Warsono (Indonesia/Yogyakarta), respon suara oleh Ali Azca
  31. Kolektif Arungkala (Indonesia/Yogyakarta)
  32. Kukuh Ramadhan (Indonesia/Palu)
  33. KV Duong (UK)
  34. Laboratorium Sedusun (Indonesia/Yogyakarta) 
  35. Li-Tzu Hsu (Taiwan)
  36. Liu Yu (Taiwan)
  37. Marten Bayu Aji (Indonesia/Yogyakarta)
  38. Mia Bustam (Indonesia/Jakarta) dan studi arsip bersama Astrid Reza (Indonesia/Yogyakarta), Sylvie Tanaga (Indonesia/Bandung), Alfian Widi (Indonesia/Jombang), Awanda B. Destia (Indonesia/Yogyakarta), Kemala Hayati (Indonesia/Yogyakarta), Nadya Hatta (Indonesia/Yogyakarta), Nessa Theo (Indonesia/Yogyakarta), Chandra Rosselinni (Indonesia/Yogyakarta)
  39. Mila Turajlić (Serbia)
  40. Nathalie Muchamad (Prancis/Kaledonia Baru)
  41. Novi Kristinawati (Indonesia/Yogyakarta)
  42. Perupa Kulonprogo (Indonesia/Kulonprogo)
  43. Posak Jodian (Taiwan)
  44. Rani Jambak (Indonesia/Padang)
  45. Reetu Sattar (Bangladesh)
  46. Riyan Kresnandi dan MIVUBI (Indonesia/Yogyakarta)
  47. Shooshie Sulaiman dan Ayaka Yoshida (Malaysia dan Jepang)
  48. Situationist Under Record (Indonesia)
  49. Syaura Qotrunadha (Indonesia/Jakarta)
  50. Takahiro Iwasaki (Jepang)
  51. Thao Nguyen Phan (Vietnam)
  52. Val Lee (Taiwan)
  53. Vina Puspita (Indonesia/Yogyakarta)
  54. Yuma Taru dan Lihan Studio (Taiwan)
  55. Yuta Niwa (Jepang) 
  56. Zhang Xu Zhan (Taiwan)

Lokasi Perhelatan Biennale Jogja 18 Babak 2:

  1. Kota Yogyakarta
  • Museum Benteng Vredeburg
  • Kantor Pos Besar
  1. Desa Bangunjiwo
  • Monumen Bibis
  • Plataran Djokopekik
  • ⁠Toko Purnama
  1. ⁠Desa Panggungharjo
  • The Ratan
  • Gubuk Putih
  • ⁠Kawasan Budaya Karangkitri
  • ⁠Pendhapa Art Space
  • Kampoeng Mataraman
  • N⁠dalem Brotoasmaran
  • Joglo Pak Newu

 

Nantinya, selain pameran di berbagai lokasi, Biennale Jogja 18 juga menyelenggarakan berbagai program publik seperti diskusi, pemutaran film, festival warga, pertunjukan, dan sebagainya, yang diupayakan sebagai ruang untuk membahas sejarah dan pengetahuan lokal dan membaca kehidupan sosial desa hari ini, dalam persilangan dengan berbagai isu kontemporer global. 

Sebagai bagian dari persiapan menuju Babak II Biennale Jogja 18, Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya, program prioritas nasional di bawah naungan Kementerian Kebudayaan, kembali menyelenggarakan MTN Lab: Residensi bidang seni rupa, sebuah inisiatif yang termasuk dalam tahap pengembangan talenta pada skema MTN Seni Budaya. Tahun ini, program residensi digelar di Yogyakarta dengan Yayasan Biennale Yogyakarta sebagai mitra pelaksana. 

MTN Lab merupakan wadah penciptaan dan pengembangan karya melalui program residensi, inkubasi, dan masterclass yang mendukung proses kreatif secara menyeluruh. Program ini dirancang untuk menjaring, mengembangkan, sekaligus mempromosikan talenta seni budaya Indonesia secara terstruktur dan berkesinambungan. Selain itu, MTN Lab juga menghubungkan para talenta muda dengan berbagai peluang penguatan kapasitas serta akses pasar, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Kegiatan ini berlangsung intensif selama dua minggu, mulai 24 September hingga 7 Oktober 2025, dengan melibatkan 20 seniman dan 6 kurator dari berbagai daerah di Indonesia. Program residensi MTN Lab di Biennale Jogja kali ini akan menjadi ruang bagi seniman dan kurator muda untuk bereksperimen, berdialog, serta membangun jejaring. 

Selama residensi, peserta peserta akan mengikuti rangkaian aktivitas mulai dari kelas gabungan dan terpisah, kunjungan studio, hingga produksi pameran bersama. Menjelang akhir program, para peserta akan dikelompokkan untuk saling berbagi cerapan selama kelas dan kunjungan studio, sekaligus mengekspresikan ketertarikan dan praktik masing-masing melalui karya dalam pameran bersama. Pameran ini nantinya akan digelar di Ning Art Space dan Sangkasa Gallery, Bantul serta menjadi bagian dari “Biennale Jogja 18: Kawruh”.