Biennale Jogja 18 mengusung tema “KAWRUH: Tanah Lelaku”, sebuah ajakan untuk menyelami pengetahuan yang berakar pada kearifan lokal, hidup bersama alam, dan tumbuh bersama masyarakat. Desa-desa pameran seperti Boro di Karangsewu, Bangunjiwo, dan Panggungharjo bukan sekadar lokasi pameran, tapi ruang hidup warga yang menjadi bagian dari karya itu sendiri. Saat berkunjung, kita tidak hanya melihat seni, tapi juga memasuki keseharian yang membentuknya. Karena itu, cara kita hadir akan memengaruhi pengalaman yang kita dan warga rasakan. Berikut beberapa panduan ringan agar pertemuan ini tetap hangat dan saling menghormati.
1. Mulai dengan Sapaan Hangat
Sapaan sederhana bisa langsung mencairkan suasana.
Coba ucapkan:
“Nuwun sewu” – permisi, saat melewati halaman atau jalan depan rumah.
“Monggo” – silakan, untuk mempersilakan atau membalas sapaan.
“Pinarak” – mampir sebentar.
Contoh di Boro II: Saat lewat di depan rumah warga yang sedang menjemur gabah, sapa dengan “Nuwun sewu” sambil tersenyum. Dijamin senyum akan dibalas.
2. Alas Kaki Lepas, Rasa Hormat Tumbuh
Banyak rumah di desa mengharapkan tamu melepas alas kaki. Selain menjaga kebersihan, ini juga tanda menghargai tuan rumah.
Contoh di Panggungharjo: Saat masuk ke sanggar atau rumah perajin lurik, lepas sandal di teras meski tuan rumah tak meminta.
3. Ikuti Ritme Warga
Setiap desa punya jam sibuk dan jam santai.
Pagi: ke sawah atau bengkel kerja.
Siang: istirahat dan ibadah.
Sore: kembali beraktivitas atau kumpul.
Contoh di Boro II: Kalau mau ngobrol lama, sore hari biasanya lebih pas. Siang hari biarkan mereka rehat.
4. Minta Izin Itu Manis
Mau foto orang, rumah, atau halaman? Tanya dulu. Kebanyakan warga senang difoto jika kita minta izin dengan sopan.
Contoh di Bangunjiwo: Perajin topeng kadang bekerja di ruang yang nyambung dengan rumah pribadi. Dengan bertanya lebih dulu, suasana jadi lebih akrab.
5. Duduk dan Memberi dengan Sopan
Kalau duduk lesehan, usahakan telapak kaki tidak mengarah ke orang lain. Beri atau terima sesuatu dengan tangan kanan atau dua tangan.
Contoh: Saat makanan dibagikan di pendopo, serahkan atau terima dengan tangan kanan. Detail kecil ini membuat interaksi lebih hangat.
6. Jaga Alam, Jaga Kenangan
Desa pameran adalah rumah warga. Bawa pulang kenangannya, bukan sampahnya.
Contoh di Panggungharjo: Padi menguning memang cantik untuk difoto, tapi cukup dari jalan setapak. Petani senang, fotomu tetap keren.
7. Dengarkan Cerita Mereka
Warga desa senang berbagi cerita, apalagi jika kita mau mendengar. Kadang, kisah mereka lebih berharga dari info di brosur.
Contoh di Boro II: Pengelola Karang Kemuning Ekosistem bisa bercerita tentang rawa-rawa yang jadi sawah. Cerita seperti ini membuat kunjungan lebih berkesan.
Singkatnya: datanglah dengan rasa ingin tahu, pulanglah dengan senyum. Kalau warga masih mengingatmu dengan senang hati, berarti kunjunganmu sukses.
