Program

Program publik Biennale Jogja digagas sebagai wahana perjumpaan yang memperkaya, memperluas, sekaligus meresapi tema besar Biennale 2023–2027 yang berporos pada gagasan Trans-Lokalitas dan Trans-Historisitas. Dua horizon pemikiran ini mengundang kita untuk menimbang ulang jejak seni rupa dan praktik kebudayaan dalam lintasan waktu, dalam silang geografi, serta dalam percakapan antar-lokal yang saling beresonansi.

Pada edisi 2025, tema kuratorial “Kawruh: Tanah Lelaku” diposisikan sebagai tapak awal untuk menggali tanah—bukan sekadar medium alamiah, melainkan juga sumber pengetahuan-kawicaksanan, ruang jelajah, dan arena laku yang senantiasa bertransformasi. Dari kerangka tersebut, program publik tidak hadir hanya sebagai pelengkap pameran utama, melainkan sebagai lanskap partisipatif yang membuka jalur keterhubungan antara karya, pengampu seni, dan khalayak. Seremoni pembukaan, tur, wicara seniman maupun kurator, pertunjukan, hingga aktivasi karya, seluruhnya dimaksudkan untuk memperluas dialektika dengan audiens. Sementara itu, lokakarya, pemutaran film, serta perancangan program lintas lembaga atau platform lain memperlihatkan upaya Biennale Jogja dalam menegakkan jembatan perjumpaan lintas disiplin dan lintas komunitas.

Dengan begitu, program publik Biennale Jogja 2025 menghidupkan gagasan kawruh sebagai pengetahuan yang bertumbuh dari praksis keseharian dan pengalaman komunal. Ia tidak tampil sebagai peristiwa yang mewah, pretensi monumental, melainkan sebagai rentetan pertemuan yang renyah, membumi, dan berlapis, yang membuka kemungkinan bagi publik untuk turut merasakan, mengolah, sekaligus menafsir kembali tema besar biennale. Kehadiran program publik ini menandai Biennale Jogja bukan hanya sebagai ruang representasi seni rupa, tetapi juga sebagai ekosistem pembelajaran bersama—tempat trans-lokalitas dan trans historisitas terus digali melalui pengalaman yang tak semata dilihat, melainkan dialami secara langsung.

Beragam program publik ini dijalankan mengikuti linimasa penyelenggaraan Biennale yang terbagi dalam dua babak: Babak I berlangsung 19–24 September 2025 di Padukuhan Boro, Desa Karangsewu, Kulon Progo. Sementara Babak II digelar 5 Oktober–20 November 2025 di kawasan Kota Yogyakarta, dan dua desa di Bantul yaitu Desa Panggungharjo dan Desa Bangunjiwo.

Detail agenda program Biennale Jogja 18 dapat diakses pada pranala berikut: Jadwal Harian

Biennale Jogja telah melakukan program residensi sejak awal seri Equator untuk menjadi tuan rumah pertukaran dan percakapan seniman dari berbagai konteks dan pendekatan. Program residensi membantu seniman untuk mengerti lebih jauh konteks projek mereka terkait dengan tema yang ditawarkan oleh kurator. Juga, untuk memperluas metode kerja mereka dengan proses riset yang lebih dalam dan mendorong mereka untuk menciptakan eksperimen dengan media dan bahasa artistiknya sendiri. Seniman menetap selama beberapa bulan lamanya bersama dengan komunitas maupun warga desa, dan belajar situasi hidup serta keseharian di tempat mereka tinggal. Pengalaman menetap tersebut menjadi tujuan penting bagi program residensi, yaitu untuk menghubungkan seniman dengan kondisi sehari-hari yang berbeda dari tempat asalnya dan menghubungkannya dengan beragam komunitas.

Tentang Tanah, Pohon, dan Pengetahuan Lokal

Bagaimana Memaknai Karya Seni dalam Keseharian Hidup dan Dinamika Warga?  Menyelami kesenian masa kini juga berarti merasakan sekaligus menelusuri berbagai peristiwa artistik yang tumbuh dari inisiatif warga. Dikelola secara bersama-sama

“JAGAD CILIK”

MELALUI PROGRAM CHILDREN ART ECOSYSTEM

Jagad Cilik adalah program aktivasi Biennale Jogja 18 “Kawruh” yang dirancang untuk anak-anak dan orang tua melalui praktik seni partisipatoris. Program ini membuka ruang bagi kolaborasi komunitas, lembaga pendidikan, dan seniman untuk menghidupkan ruang publik sebagai wahana kreatif yang mendidik sekaligus menghibur. Dalam Jagad Cilik, anak-anak diajak mengekspresikan imajinasi, pengalaman, dan perspektif mereka lewat seni rupa, cerita, dan permainan. Tidak hanya menghasilkan karya, program ini juga membangun ekosistem seni anak—menumbuhkan jejaring pengetahuan, kolaborasi lintas usia, serta pengarsipan memori kolektif. Melalui perjumpaan bersama orang tua dan seniman fasilitator, anak-anak hadir sebagai pencipta, pencerita, sekaligus kurator atas dunia kecil mereka: Jagad Cilik.

Program ini melibatkan anak-anak dari berbagai Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sanggar-sanggar di sekitar Desa Bangunjiwo, Panggungharjo, Kota Yogyakarta dan sekitarnya, serta beberapa program juga dapat diikuti oleh para pengunjung Pameran Karya Lokakarya Anak Jagad Cilik selama berlangsung. Adik-adik dari berbagai jenjang dibersamai oleh para fasilitator (seniman dan praktisi seni) untuk bermain bersama melalui lokakarya dengan ragam material, bentuk, dan sajian aktivitas bermain kisah melalui wayang sebagai gagasan dan arena bermain.

Wicara Biennale Jogja 18 2025 terbagi menjadi dua bentuk, yakni wicara seniman dan wicara kurator. Wicara seniman menghadirkan para perupa untuk berbagi cerita, proses kreatif, dan konteks yang melatarbelakangi karya mereka, sekaligus menggali bagaimana “kawruh: tanah lelaku” mewujud dalam pengalaman sehari-hari maupun pergulatan personal. Sesi ini mengajak publik memahami karya bukan hanya sebagai objek seni, melainkan sebagai narasi yang hidup dan dekat dengan keseharian. Sementara itu, wicara kurator membuka kerangka konseptual yang melandasi perumusan tema dan strategi pameran, mulai dari pemilihan seniman, karya, hingga penataan ruang yang menghubungkan gagasan trans-lokalitas dan trans-historisitas dengan tema tahun ini. Melalui penjelasan dan dialog langsung, publik dapat menafsir lebih dalam pengalaman estetik di ruang pamer serta mengaitkannya dengan horizon pemikiran yang lebih luas. Kedua wicara ini saling melengkapi, mempertemukan refleksi praksis dan konseptual, sehingga menghadirkan forum pembelajaran bersama yang akrab sekaligus bernas.

Tur Anjangsana Anjangsana adalah program tur yang dirancang untuk membuka pengalaman berlapis dalam menyusuri ruang Biennale Jogja 18 2025. Kegiatan ini terbagi menjadi dua rute: pertama, tur yang berfokus pada situs-situs yang secara langsung digunakan sebagai ruang pamer, sehingga peserta dapat memahami konteks karya dalam hubungannya dengan lokasi tempat ia ditampilkan. Kedua, tur tematik yang dikolaborasikan dengan komunitas yang memiliki perhatian pada aktivitas jalan-jalan, praktik tur, maupun pembelajaran sejarah melalui penelusuran ruang kota dan desa. Rute ini dibangun dari tafsir kuratorial “kawruh: tanah lelaku” serta temuan situs-situs penting di sekitar lokasi pameran yang menyimpan nilai sejarah dan kedekatan kultural. Dengan demikian, Anjangsana tidak sekadar menjadi penjelajahan visual, tetapi juga perjumpaan lintas perspektif yang menghidupkan kembali kaitan antara karya seni, ruang hidup, dan pengalaman kolektif.

Baku Pandang adalah program pementasan seni pertunjukan Biennale Jogja 18 2025 yang merawat lokalitas sebagai denyut utama. Dalam bentuknya yang inovatif, program ini memungkinkan seniman kontemporer berinteraksi dengan langgam tradisi lokal sebagai upaya menenun tafsir baru yang berakar pada sejarah keseharian masyarakat. Pertunjukan yang hadir bukan hanya tontonan, melainkan peristiwa yang membuka lapisan ingatan kolektif sekaligus menyalakan percakapan tentang ruang hidup bersama. Program ini merangkul keragaman, dari seni kontemporer yang menyoal hari ini hingga seni kewargaan yang bersemi dalam praktik warga dan komunitas. Pertemuan keduanya membentuk ruang lintas batas di mana estetika berkelindan dengan sosial, menjadikan karya sebagai jembatan antara pengalaman personal dan narasi bersama. Dengan begitu, Baku Pandang menegaskan tema kuratorial “Kawruh: Tanah Lelaku” sebagai jalan untuk meresapi pengetahuan yang lahir dari laku, jejak, dan kebersamaan.

Partykelir Partykelir adalah program pemutaran film Biennale Jogja 18 2025 yang tahun ini dirancang untuk beresonansi dengan tema kuratorial “Kawruh: Tanah Lelaku.” Program ini menghadirkan film-film lintas genre dan lintas format, mulai dari film pendek hingga film panjang, dari yang ditujukan untuk anak-anak hingga yang diperuntukkan bagi penonton dewasa. Keberagaman ini bukan hanya menawarkan tontonan, melainkan juga pengalaman belajar bersama melalui medium sinema—tentang bagaimana pengetahuan dapat diramu, dituturkan, dan dihayati lewat cerita visual. Dengan menghadirkan spektrum yang luas, Partykelir membuka ruang bagi publik untuk membaca ulang hubungan antara film, keseharian, dan gagasan Kawruh yang lahir dari dimensi praksis sosial dan kultural.

Bentang Silirmerupakan program Biennale Jogja 18 2025 yang mewadahi kolaborasi lintas kegiatan bersama organisasi, instansi, maupun platform lain yang berlangsung seiring dengan jalannya biennale. Berbeda dari program utama yang berpusat pada pameran, Bentang Silir membuka ruang bagi berbagai inisiatif lain—seperti diskusi, lokakarya, pertunjukan, hingga pertemuan komunitas—yang hidup berdampingan dengan ekosistem Biennale. Dalam kerangka ini, kegiatan yang dihadirkan tidak selalu harus terhubung langsung dengan tema kuratorial “kawruh: tanah lelaku”, melainkan menegaskan semangat keterbukaan dan kerjasama yang menjadi denyut Biennale Jogja. Dengan demikian, Bentang Silir berfungsi sebagai lanskap tambahan yang memperkaya pengalaman publik, menjalin percakapan yang melampaui batas ruang pamer, serta memperluas jejaring antara Biennale dengan masyarakat dan para pemangku kepentingan budaya.

Pilin Takarir adalah ruang di mana karya berpameran tidak berhenti pada wujudnya, melainkan bergerak menuju artikulasi tahap lanjut— seniman menautkan kembali karya dengan denyut hidup yang mengelilinginya. Aktivasi ini hadir dalam bentuk yang beragam—mulai dari performativitas, intervensi ruang, hingga dialog dengan publik—sehingga karya tidak hanya tampil sebagai objek statis, tetapi terus bertransformasi sebagai peristiwa yang hidup. Di sini, karya menjadi peristiwa yang terus mengalir, menghadirkan lapisan-lapisan baru atas tema kuratorial “Kawruh: Tanah Lelaku”. Karya yang dihadirkan bukan sekadar ditatap, melainkan dialami; bukan hanya diresapi, melainkan juga ditafsir ulang bersama publik dalam jalinan pertemuan yang cair dan senantiasa bertransformasi.

Lokakarya merupakan salah satu program publik Biennale Jogja 18 2025 yang dirancang sebagai ruang belajar, berkreasi, sekaligus berinteraksi langsung dengan seniman maupun komunitas seni. Pengisinya beragam: terkadang dihadirkan langsung oleh seniman yang berpameran di biennale, terkadang pula melalui kerja sama dengan organisasi atau komunitas seni lain yang menawarkan bentuk kreasi inovatif. Program ini menyasar berbagai kelompok usia, baik anak anak maupun dewasa, sehingga membuka kesempatan luas untuk mengolah pengalaman seni secara partisipatif. Dengan semangat “Kawruh: Tanah Lelaku”, lokakarya menegaskan bahwa pengetahuan tidak hanya diwariskan melalui teks atau teori, melainkan tumbuh dari laku, dari praktik kolektif, dan dari pengalaman yang dijalani bersama.

Kerjasama antara Biennale Jogja 18 2025 dan Manajemen Talenta Nasional Seni (MTN) Budaya dirancang sebagai ruang untuk memupuk dan mengasah talenta seniman serta kurator muda. Program ini berada dalam rangkaian Biennale Jogja, yang menghadirkan pengalaman belajar bersama dengan menggabungkan praktik artistik, dialog kuratorial, serta refleksi kritis atas medan seni rupa hari ini untuk memperluas horizon berpikir kritis dalam ekosistem seni. Program ini sekaligus membuka jejaring lintas generasi dan lintas institusi, sehingga talenta muda untuk tidak hanya berproses secara individu, tetapi juga tumbuh dalam ruang dialog dan kolaborasi. Dengan cara ini, kerjasama yang dibangun tidak hanya memperkaya ekosistem Biennale, tetapi juga menegaskan komitmen Biennale Jogja terhadap keberlanjutan