Site Loader
Biennale Jogja, Translokalitas, Transhistorisitas, Warga, Peristiwa Seni

TITEN: EMBODIED KNOWLEDGES – SHIFTING GROUNDS
PENGETAHUAN MENUBUH – PIJAKAN BERUBAH

 

Putaran baru Biennale Jogja mengusung tema Trans-Lokalitas & Trans-Historisitas untuk memperluas jangkauan geografis, setelah putaran sebelumnya bekerja hanya pada wilayah bagian Selatan dunia. Dengan tawaran Trans-Lokalitas & Trans-Historisitas, kita dapat menjadi titik temu antara pandangan de-kolonial, dengan merawat kembali cara hidup di luar cara pandang Eropa. Ini merupakan langkah awal untuk mulai melihat kembali budaya dan pertemuan ideologi antar sesama wilayah bekas jajahan yang terpinggirkan.

Di putaran kedua ini, Biennale Jogja mengusung praktik kesenian yang lebih partisipatoris dengan masyarakat. Berpindah ke beberapa titik yang tersebar di pinggiran Yogyakarta untuk membuka percakapan jangka panjang dari ragam latar belakang budaya berbeda. Biennale Jogja menghimpun pengertian tentang desa sebagai ruang dinamis yang terus berubah dan bergeser, dan melihat bagaimana perhelatan seni juga dapat menjadi ruang mencari solusi bersama untuk merawat lingkungan dan perubahan iklim.

Titen, menjadi istilah yang dipilih untuk mewakili nuansa Biennale Jogja yang erat dengan praktik observasi. Titen: Embodied Knowledges-Shifting Grounds, menjadi frasa yang mengantarkan spirit pengetahuan lokal, yang dileburkan dalam nilai-nilai keseharian. Dalam praktik di tahun ini, seni tidak seharusnya berjarak dengan masyarakat luas karena hakikatnya seni adalah praktik kehidupan. Titen menjadi ruang untuk para seniman menggunakan kembali metode penggalian pengetahuan yang berangkat dari lingkungan yang dekat dengan keseharian. 

Para kurator Adelina Luft (Rumania), Eka Putra Nggalu (Indonesia), Sheelasha Rajbhandari & Hit Man Gurung (Nepal) menyejajarkan beragam realitas yang terserak dari berbagai situasi dan lokalitas, membawanya dalam sebuah perayaan bersama. Sebanyak 69 seniman dari kawasan Asia Selatan, Eropa Timur, dan Indonesia pun memeriahkan Biennale Jogja 17 ini. Beberapa seniman menghadirkan karya dengan kontribusi warga sebagai sebuah wadah yang partisipatoris, di antaranya Arum Dayu, Unhistoried dan Monica Hapsari, yang produksi karyanya akan turut meramaikan seremoni pembukaan Biennale Jogja 17. 

Pembukaan Biennale Jogja 17 akan berlangsung pada hari Jumat, 6 Oktober 2023 di Kampoeng Mataraman, Panggungharjo, menghadirkan penampilan karya kolaborasi antara Monica Hapsari dan ibu-ibu Dusun Sawit, Desa Panggungharjo. Ada pula penampilan dari Wangak Maumere. Sementara pembukaan pada 8 Oktober 2023 di Sekar Mataram Bangunjiwo akan menghadirkan karya kolaborasi antara Arum Dayu dan ibu-ibu Dusun Ngentak, Desa Bangunjiwo.

Terdapat 13 titik lokasi yang menjadi venue Biennale Jogja 2023. Lokasi-lokasi tersebut terhimpun dalam 4 area utama: Taman Budaya Yogyakarta, Area Desa Panggungharjo, Area Desa Bangunjiwo, dan Area Madukismo. Di Panggungharjo, pameran dapat diakses di Kantor Kelurahan Panggungharjo, Kampoeng Mataraman, Gedung Olahraga Panggungharjo, The Ratan,  Kawasan Budaya Karang Kitri. Sementara untuk Area Desa Bangunjiwo, pameran dapat diakses di Kantor Kelurahan Bangunjiwo, Lohjinawi, Sekar Mataram, Monumen Bibis, Joning Artspace, dan Rumah Tua.

Selain pameran utama, program publik juga akan dirangkai dalam berbagai  bentuk, mulai dari pertunjukan, pemutaran film, diskusi, dan sebagainya. Beberapa acara yang termasuk dalam Public Program, misalnya Tangga Teparo, Pameran Seni Rupa Anak, Baku Pandang, Tur Kuratorial, Wicara Kurator, Bentang Silir, Pilin Takarir, dan Biennale Forum.