Dimulai sejak Biennale Jogja XI 2011, Biennale Jogja akan bekerja di sekitar katulistiwa 23.27 derajad Lintang Utara dan Lintang Selatan. Biennale Jogja mencoba untuk
memandang ke depan, mengembangkan perspektif baru yang sekaligus juga membuka diri untuk melakukan konfrontasi atas ‘kemapanan’ ataupun konvensi atas event sejenis.
Wacana seni kontemporer sangatlah dinamis, namun dikotomi sentral/pusat dan periferi/pinggiran agaknya masih sangat nyata. Adakebutuhan untuk mencari peluang baru dalam memberikan makna lebih atas event ini. Diangankan untuk mereka suatu common platform yang sekaligus mampu memberikan provokasi atas munculnya berbagai keragaman dalam perspektif untuk menghadirkan alternatif-alternatif baru atas wacana yang hegemonik.
Pilahan geo-politik utara selatan, pilahan atas tingkat kemajuan kesejahteraan ataupun kedekatan teritori dalam stereotype etnisitas telah memberi kontribusi tertentu dalam perkembangan budaya kontemporer ini. Kami mengangankan suatu yang sedikit berbeda, tentunya dengan pengharapan akan menjadi pemicu dan pemacu kemunculan relasi dan interelasi alternative atas pengoperasian kesenian dalam kehidupan.
Katulistiwa diangankan untuk menjadi semacam bingkai yang mewadahi kesamaan namun sekaligus juga menjadi garis menerus yang menembus merangkai dan bersaksi atas pengejawantahan berbagai keragaman.
Katulistiwa akan menjadi common platform untuk ‘membaca kembali‘ dunia. Menegasi keberadaan pusat-pusat dengan menawarkan area kerja wilayah sabuk katulistiwa dengan sudut pandang yang tak berpusat, nir-pusat.
Katulistiwa dalam perpektif geologis, geografis, ekologis, etnografis, juga historis, serta politis, dll, merupakan wilayah kerja yang luar biasa menarik untuk diekplorasi . Keberagaman yang merupakan cerminan kekayaan dalam karakteristik bersama kelimpahan terpaan surya sebagai sumber daya hidup yang tidak berjeda. Kesamaan karakteristik alam ini dibingkai dalam batas garis balik utara (tropic 23’27’’) dan garis balik selatan (tropic 23’27’’)
Katulistiwa, zona bumi yang relative memiliki kecepatan rotasi lebih tinggi, bentangan wilayah sepanjang 40.000 km, mozaik pulau benua dalam anyaman samudera, akan merupakan ‘arena’ pencarian pengkajian, pertemuan, perjumpaan, perbenturan, perbaikan, pembaruan, kemanusiaan manusia.
Dalam setiap penyelenggaraanya Biennale Jogja akan bekerja dan bertatap muka dengan 1 negara di daerah katulistiwa, berjalan ke arah Barat dan diawali dengan menjumpai India pada Biennale Jogja XI tahun 2011.