Berbeda dengan rangkaian Biennale Jogja sebelumnya, kali ini Biennale Jogja XIV Equator #4 mengawali kegiatannya dengan menyelenggarakan pameran Pra Biennale guna mengumumkan nama-nama perupa Indonesia yang terpilih kepada publik, serta memberikan materi perkenalan berkaitan dengan Brasil sebagai negara mitra pilihan Biennale Jogja kali ini. Pembukaan pameran Pra Biennale Jogja XIV Equator #4 akan dimulai pada tanggal 20 Maret 2017 pukul 19.00 WIB dan bertempat di PKKH UGM yang akan dimeriahkan oleh Sangkakala, Badpang dan Kavalery.
Adapun agenda pada pembukaan pameran Pra Biennale XIV Equator #4 ialah pengumuman nama-nama seniman Indonesia peserta Biennale Jogja XIV Equator #4, peluncuran laman resmi Biennale Jogja XIV #4, peluncuran logo dan merchandise Biennale Jogja XIV Equator #4,. Sedangkan untuk pameran akan berlangsung selama 6 hari kedepan dan bisa dikunjungi mulai pukul 10.00 sd 20.00 WIB setiap harinya.
Selama pameran berlangsung di PKKH UGM, highlight acara yang lainnya ialah:
Sosialiasi Biennale Jogja XIV Equator #4 dan Peluncuran Newsletter “The
Equator” Volume 5, No.1, 2017
Akan diselenggarakan pada tanggal 25 Maret 2017 pukul 15.00 – 18.00 WIB dan bertempat di PKKH UGM dengan narasumber Pius Sigit Kuncoro (Kurator Biennale Jogja XIV), Muhammad Abe dan J. Seno Aditya Utama (Tim riset Biennale Jogja XIV) serta Maria Puspitasari (Moderator)
DODO HARTOKO
Direktur Biennale Jogja XIV Equator #4
Dodo Hartoko adalah seorang seniman serta seorang penulis yang telah mendirikan “Buku Baik Publishing” di Yogyakarta. Dodo telah dididik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di “Universitas Katolik Atma Jaya” Yogyakarta, tapi dia tidak menyelesaikannya.
Selain mengerjakan sejumlah buku, sejak 2012 sampai sekarang, Dodo telah terlibat dalam Proyek Seni Equator di Gillman Barracks, Singapura, sebagai desainer.
Pameran Solo pertamanya berjudul “Kepala Kepala” di Sangkring Art Space, Yogyakarta, 2012. Dirinyna juga telah memamerkan karya-karyanya di: ARTJOG 11; “Joint Exhibition” di Galeri Langgeng Magelang; “Turning Target # 1” pada acara 25 Tahun Cemeti – One Night Stand Cemeti, 2013; “Peristiwa Sebuah Kelas” bersama dengan Ceblang Ceblung Forum, Sangkring Art Space, 2013; “New Iconolast”, Galeri Abadi Magelang 2014; “Memajang Boleh Apa Saja Asal Ada Artinya”, BKdP 2014.
PIUS SIGIT KUNCORO
Kurator Biennale Jogja XIV Equator #4
Kurator terpilih untuk penyelenggaraan Biennale Jogja XIV Equator #4 adalah Pius Sigit Kuncoro. Dirinya belajar Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Di awal karirnya, Pius Sigit menggunakan video dan seni performans untuk
menyampaikan reaksi dan pemikiran mengenai realitas sosial di lingkungannya. Pada tahun 1999, bersama Bintang Hanggono, dan Wildan Antares, Pius Sigit mendirikan Geber Modus Operandi, sebuah kelompok seni performans interdisipliner yang menggabungkan kompleksitas seni rupa, multimedia,teater, dan suara, dengan tematema tentang identitas dan tubuh.
Pius Sigit kemudian beralih pada drawing dan seni lukis, terutama cat air, sebagai medium ekspresi. Karya-karya Pius Sigit bernuansa kritik satir dengan gaya realis. Ia telah beberapa kali menjalani program residensi internasional, misalnya di CAP house Kobe (2007) dan Fukuoka Asian Contemporary Art Museum (2005) di Jepang. Pius Sigit juga telah memamerkan karyanya di Indonesia, Jepang, dan Inggris. Pada 2011 dia berpameran dalam Jogja Art Share di Jogja Nasional Museum, dan dua pameran tunggal yaitu Nyandhi Wara di Sangkring Art Space Yogyakarta dan Jowo Adoh Papan di Via Via.
JUMALDI ALFI
Koordinator Pra Biennale Jogja XIV Equator #4
Jumaldi Alfi menempuh studi di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta sampai tahun 1999. Jumaldi telah melakukan banyak pameran atau eksebisi, baik di berbagai kota di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di Amsterdam, Singapura, Kuala Lumpur, Hong Kong, New York, Shanghai, Beijing, Paris, dan lainnya.
Jumaldi Alfi bersama 20 perupa Indonesia lainnya masuk dalam daftar 500 pelukis terlaris di dunia berdasarkan Top 500 Artprice 2008/2009 yang disusun oleh sebuah lembaga analis perkembangan pasar seni rupa dunia, Artprice, yang berbasis di kota Paris, Perancis.