“Seberat beban, seberat itu juga kehormatan dan pengaharapan ditempatkan.
Menjadi diri sendiri menapaki hari demi hari dimana tiap langkah memberi arti dan menggaris bawahi sejarah yang terbawa kekinian.
Entah karena cinta, dendam, kebencian ataupun ketakutan dan ketidaktahuan; kuteruskan langkah ini untuk tahu akhir dan artinya.
Seringkali memang kita tidak tahu siapa dan bagaimana kita, sampai suatu hari, kita tahu ternyata kita tidak seperti yang kita sangka dan bayangkan selama ini”.
(Hermawan Dewobroto, 10-08-2011)
Penggalan puisi pembebasan diri yang ditulis oleh Hermawan Dewobroto ini memberikan hantaran kilau dan kehangatan akan makna serta arti Antroposophy. Melalui penggalan puisi ini pula teringat akan Allegory of The Cave–Plato’s Cave yang menarik ingatan kepada jeruji penjara realita yang kita ciptakan selama ini.
Antroposophy mencoba mengajak kembali melihat batasan-batasan diri dalam menapaki kerja artistik dan mencoba mendaki untuk menembus batasnya. Melalui kerja kolaborasi multi disiplin, antroposophy menyematkan dan membongkar kekakuan ilmu yang selama ini diyakini untuk bertemu dengan realita. Pembebasan, penyadaran dan partispasi menjadi tonggak serta tombak dalam merobek kemapanan ilusi realita.
Tulisan ini ditujukan untuk mereka para pejalan cahaya dan mengingat kembali tradisi yang pernah diajarkan oleh Mangunwiijaya serta Paulo Freire.