SENIMAN PESERTA
Menjadi Arang
Kanvas, Akrilik, kain perca, dan benang
2017
200 x 150 cm
Ide karya ini berawal dari kegelisahan saya melihat fenomena sosial yang terjadi di Indonesia saat ini. Situasi politik dan proses pemilihan kepala daerah yang seharusnya menjadi proses demokrasi dan momen yang bagus untuk membuat Negara dan Bangsa menjadi lebih baik malah memicu pertikaian horizontal di kelompok masyarakat.
Yang terjadi adalah saling serang antara satu sama lain. Semua orang/pihak merasa bahwa merekalah yang paling benar dan berhak menghujat orang/pihak lain yang punya pandangan berbeda dengan mereka. Pertikaian tersebut terjadi secara langsung atau pun di forum-forum sosial media yang sangat marak saat ini. Semua sangat sibuk membela apa yang diyakininya, dan seringkali lupa bahwa apa yang mereka lakukan itu menyakiti orang lain. Padahal apabila kita cermati lebih dalam semua itu pada akhirnya hanya akan merugikan kita semua. Ibarat kata pepatah “Kalah jadi abu, menang jadi arang”. Yang menang pun akhirnya menjadi seorang yang merugi karena hubungan silaturahmi dengan teman, relasi, tetangga, bahkan saudara menjadi renggang. Waktu, pikiran serta energi yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat malah habis terkuras untuk mencari kejelekan dan kelemahan orang lain yang belum tentu juga benar adanya.
Fenomena ini yang coba saya angkat dalam karya ini, sebuah figur yang rusak menjadi arang.
Gatot Pujiarto (l. 1970, Malang)
Wajah dan perca, dua hal itu berdialog dan menyusun gagasan Gatot Pujiarto di atas kanvas. Persinggungan Gatot dengan perca diawali ketika ia sering melihat ketergantungan teman-teman seniman pada cat, baik itu minyak atau akrilik. Akibatnya ketika tidak ada cat, mereka tidak berkarya. Akhirnya ia pun mencoba menggali media alternatif lain yang dekat dengan kehidupannya sehari-hari. Kain menjadi menarik karena baginya, selain sangat lekat dengan manusia, material itu juga punya banyak kelebihan yang sangat mendukung proses eksplorasi karyanya. Eksperimen dengan tekstur dan corak perca memberi Gatot kejutan-kejutan yang menuntunnya untuk bernegosiasi dengan karya. Menempuh pendidikan di FSRD IKIP Malang, Gatot tertarik ihwal perilaku manusia dan ragam ekspresi yang muncul di keseharian. Baginya, wajah manusia menyimpan banyak kisah. Antara yang tampak dan disembunyikan, komedi dan tragedi, keduanya dalam kenyataan toh tak pernah terpisahkan, layaknya terekam dalam wajah.
2011 [Group Exhibition] Transit – Unload/Reload, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung
2011 [Group Exhibition] Jatim Biennale IV – Transposition, AJBS Gallery, Surabaya
2011 [Group Exhibition] Homo Ludens #2, Emmitan CA Gallery, Surabaya
2012 [Group Exhibition] Transit – Unload/Reload, Nadi Gallery, Jakarta
2012 [Group Exhibition] Jatim Art Now, Galeri Nasional, Jakarta
2012 [Group Exhibition] Indonesian Contemporary Fiber Art, Art1 New Museum, Jakarta
2014 [Group Exhibition] Melankolia – proyek seni rsks, Sangkring Art Project, Yogyakarta
2014 [Group Exhibition] Shout! Indonesian Contemporary Art, Museo d’Arte Contemporanea Roma (MACRO), Roma
2014 [Group Exhibition] Embodied, Pearl Lam Galleries, Hong Kong
2015 [Solo Exhibition] Masquerade of Life, Pearl Lam Galleries, Singapore
2016 [Solo Exhibition] Stitching Stories, Pearl Lam Galleries Soho, Hong Kong
2017 [Group Exhibition] Materialised Condition, Pearl Lam Galleries, Singapore