“Jamasan”
Rolly “LoveHateLove” dan Esron Padapiran
Performing Art
Ruang Publik
Sabtu, 23 Oktober 2017, siang itu pukul 14.05 WIB, 2 anak muda berbadan tambun, sedang melakukan aksi yang tidak biasanya dilakukan oleh pemuda pada umumnya. Mereka berjalan dengan membawa peralatan sapu lidi dan ember yang berisi air bunga menuju ruang pemberhentian kendaraan perempatan Gondomanan Kota Yogyakarta. Saat semua kendaraan menunggu lampu merah di ruang itu, tanpa disangka ke dua pemuda tersebut langsung melakukan aksi “bersih-bersih”. Ya bersih-bersih. Mereka berdua secara terpisah membersihkan atribut, ruang pemberhentian, “mencuci” tiang lampu merah dan yang lainnya dengan hikmat. Aksi yang berlangsung kurang lebih 15 menit ini, diakhiri dengan tabur bunga di sudut atribut lalu lintas jalanan tersebut.
Peristiwa ini dapat mengingatkan kita pada sebuah ritual Jamasan. Jamasan merujuk ke kata “jamas” yang berarti bersih, suci, mandi. Kata jamas diambil dari bahasa kromo inggil, sementara “jamasan” diartikan sebagai membersihkan, memandikan. Umumnya jamasan digunakan sebagai aktivitas memandikan pusaka di bulan Muharram atau bulan Suro.
Proyek Jamasan ini diprakarsai oleh Rolli “LoveHateLove” dan Erson Padapiran. Aktivitas ini dilakukan seperti orang sedang ziarah kubur, maksudnya sebagai sindiran kepada masyarakat bahwa kegiatan bersepeda sebagai alat transportasi sudah jarang ditemui bahkan sudah mati. Hanya segelintir orang yang menggunakan sepeda. Selain itu juga untuk mengkritisi kondisi masyarakat saat ini yang tidak lagi peka terhadap peraturan yang ada. Masyarakat yang saat ini sudah mulai berubah, tergesa-gesa, ingin menang sendiri, melupakan hal-hal yang berpengaruh di sekelilingnya.
Aksi ini pun tidak luput dari sorotan warga yang melihat kejadian tersebut, seperti yang dikemukakan beberapa netizen Dio Tri Juliansah: “rajin abg itu. nyapu jln khusus buat peseda,klo aku? boro2. ada juga yg lg nyiram air kembang. salut sama klen bg!” Febi Mas ADEK: “Jogja kota sepeda, bukan kota kendaraan bermotor. Galakan bersepeda kembali” . (Rio Raharjo)