Rodrigo Braga
Seniman yang berdomisili di Rio de Janeiro, Brasil, ini bekerja dengan medium aksi performatif, yang langsung merespon kondisi alam ataupun terkait dengan hal-hal yang sudah disediakan oleh alam dalam konteks ruang urban. Ia menempatkan tubuhnya sebagai medium dan menjadi daya dorong atau bahkan daya yang mengganggu pemahaman atau nilai umum di seputar makna kemanusiaan dan alam.
Di Biennale Jogja XIV kali ini ia menitikberatkan perhatiannya pada perbedaan-perbedaan yang terdapat pada cara pandang kita, masyarakat timur dan barat dalam melihat kematian. Rodrigo melihat bahwa fenomena Pulung Ganting yang ada di Gunung Kidul menjadi pijakan. Betul bahwa warga masyarakat yang tinggal di Gunung Kidul banyak yang mengalami kesulitan sosial, terlebih karena faktor ekonomi, namun bukan hal itu yang ia jadikan titik fokus. Ia lebih tertarik pada isu-isu yang menjadi titik temu antara masyarakat dan kekuatan-kekuatan alam yang ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan turun-temurun, juga kepercayaan dan spiritualitas yang hidup di antara warga. Karya-karyanya yang menampilkan gunung terjal bebatuan, gua, kebun serta lautan menciptakan tatanan imajiner yang liris, serupa gerakan metafisis, yang ditampilkan melaluitubuh dan energi-energinya ketika berhadapan dengan alam.
Tunggul Banjaransari
Lahir di Solo, ber-KTP Gunung Kidul, dan bekerja di Semarang. Jika kesempatan datang, ia pun membuat film. Demi mencukupi kebutuhan keuangan pribadi yang rutin, ia bekerja sebagai dosen dan peneliti.
Rabu, 8 November 2017
Pukul 08.00-10.00 WIB
Jurusan Sejarah
Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta
Terbuka dan gratis untuk umum.