SENIMAN PESERTA
Karya ini berasal dari image yang saya ambil pada tahun 2013 di daerah prostitusi bernama Saritem di Bandung. Berada disana saya mengobservasi sebuah pondok pesantren bernama Daar At-Taubah. Daar At-Taubah berarti tempat bertaubat, nama itu sendiri merupakan sebuah bentuk Bahasa yang berusaha menciptakan dialog dengan teritori ruangan sekitarnya,yaitu daerah prostitusi. Saya tertarik dengan penggunaan istilah tersebut dan menciptakan juxtaposisi dari dua image yang saya ambil. Image yang saya ambil saat itu adalah pemimpin daerah pesantren dan preman yang memegang daerah tersebut. Saya menemukan sebuah narasi yang sama diantara kedua orang tersebut. Narasi mengenai keyakinan, penyintas, dan keinginan untuk merepresentasikan dirinya dalam masyarakat yang lebih luas. Narasi tersebut hadir dari satu teritori yang sama, kedua orang dalam image tersebut mewakili satu idea yang sama namun hanya berbeda arah. Dalam mereproduksi ide tersebut Saya menggunakan format berbentuk spanduk, dan mereproduksi secara lebih exesive medium dimana spanduk biasanya terpasang. Hal ini saya pinjam idenya dari pemahaman saya mengenai seni lukis mooi-indie dimana kenyataan dipercantik dan digunakan sebagai sebuah medium fungsional layaknya advertising ataupun propaganda. Saya sebagai pelukis pun layaknya avanturir saya mengambil tokoh masyarakat sebagai sebuah specimen yang diteliti dan disebarkan narasinya. Fungsi ini merupakan upaya negosiasi saya dalam mereproduksi paradigm seni lukis dan fungsi seni lukis yang saya yakini dan kerjakan.
Muhammad Zico Albaiquni (l.1987, Bandung)
Bukan hasil, tapi proses. Jelajah dan pencarian menuju bentuk adalah unsur penting yang ingin selalu dihadirkan Muhammad Zico Albaiquni dalam karya-karyanya. Lulusan sarjana dan pascasarjana dari FSRD ITB ini tertarik mendalami seni lukis setelah melihat karya-karya Soedjojono. Zico terus mencoba mengeksplorasi bentuk seni lukis dan fungsi seni lukis di masyarakat. Ia memulai dari isu-isu yang berkaitan dengan Islam, seperti ajaran tentang “hijab” dan “hijrah,” kini Zico mencari titik temu antara bentuk lukisan Mooi Indie dan kritik sosial dengan menyelidiki ulang gagasan mengenai mengenai ruang dan lingkungan hidup, dan pengaruhnya terhadap tindakan dan budaya kita. Eksplorasi pada ide dan gagasannya tentang seni lukis, membawanya pada titik di mana lukisan bukanlah hasil akhir dari eksplorasi estetik, melainkan bagaimana karya seni lukisnya dapat memantik pembicaraan mengenai fenomena yang ia temukan dalam realitas.
2011 [Group Exhibition] Artist Studio, Paris van Java, Bandung
2012 [Group Exhibition] Papered Experimental, Gedung Indonesia Menggugat, Bandung
2012 [Award & Exhibition] Bandung Contemporary Art Award, Lawangwangi, Bandung
2012 [Group Exhibition] Bandung New Emergence Vol. 4, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung
2012 [Award & Exhibition] Soemardja Awards 2012, Galeri Soemardja, Bandung
2013 [Group Exhibition] Pressing: Indonesian Art Exhibition, Videoinsight Centre, Turin
2013 [Residency] BMUKK Austria: Artist in Residence Program 2013, Vienna
2013 [Solo Exhibition] Act I: Pollution, Concordia Platz, Vienna
2013 [Group Exhibition] Bandung Contemporary: Dispotition, Lawangwangi, Bandung
2014 [Group Exhibition] Melihat Indonesia, Ciputra Artpreuneur, Jakarta
2014 [Solo Exhibition] SEKE, Platform3, Bandung
2015 [Group Exhibition] Art Moments, Jogja National Museum, Yogyakarta
2015 [Group Exhibition] Langkah Kepalang Dekolonisasi; Agresi dan Negosiasi, Galeri Nasional, Jakarta
2015 [Group Exhibition] Shout! South East Asia Exhibition, Meat Market Stables, Melbourne
2015 [Solo Exhibition] Beyond The Veil, Suppan Contemporary, Vienna
2016 [Group Exhibition] DIVERSE, Suppan Contemporary, Vienna
2016 [Group Exhibition] Art For Purposes; United Nations Special Exhibition, Museum Nasional, Jakarta