Tentang

Sekala Niskala: Interelasi Spiritualisme di Dunia

Interelasi Spiritualisme

Bagaimana interelasi spiritualisme di satu wilayah dengan wilayah lainnya?

……Kesinambungan spiritualisme di satu wilayah dengan wilayah lain dapat memungkinkan terjadi. Inilah yang kemudian ditelisik lebih jauh oleh Alyen Foning, seorang seniman berkebangsaan Kanchenjunga, India, yang merupakan salah satu seniman residensi di Biennale Jogja 17. Alyen Foning tidak berarti datang dengan pengetahuan nihil tentang hal yang akan digelutinya di Indonesia. Alih-alih demikian, Alyen tahu betul mengenai hal yang membuatnya antusias dengan pengetahuan yang akan didapatkannya di Indonesia. Pasalnya, setahun yang lalu, Alyen mendapatkan sesuatu di dalam mimpinya: seorang wanita Lepcha (Mutanchi Rong-kup) dari Kalimpong, Himalaya Timur, yang menemukan dirinya di sebuah gubuk yang kemudian dia disembuhkan oleh seorang pria berambut panjang dan diberi ‘keris’ oleh seorang wanita tua bijak dari Yogyakarta, Jawa. 

Bagi Alyen Foning, mimpi yang spesifik semacam ini bukan sesuatu yang bisa dianggap angin lalu, mengingat banyak interelasi yang selanjutnya terjadi dalam risetnya ini. Di masa kini, Alyen melihat banyak sekali pengistilahan, bentuk warisan budaya, yang seolah menjadi manifestasi mimpinya tersebut. Kesinambungan itu menjadi kepingan yang dikumpulkannya bersama Matrahita, kolektif seni dari Jogja, Indonesia, yang membersamai riset Alyen Foning. Mimpi ini disebutnya sebagai panggilan dan awal perjalanan menuju gunung suci Merapi dan Laut Selatan. Mimpi ini yang menunjukkan pada dirinya perihal fakta dan pengetahuan interelasi spiritualisme antara Indonesia dan India.

Interelasi Spiritualisme: Mitos dan Fakta

Interelasi Spiritualisme
Kunjungan ke Makam Patih Adipati Jayaningrat di Desa Argomulyo, Kapanewon Cangkringan, Sleman

Alyen Foning melakukan riset, proses kreatif, dan produksi karya bersama Matrahita. Dimulai dengan perjalanan riset, Alyen Foning dan Matrahita bertukar pikiran mengenai lokalitas yang ada di tempat asal mereka. Alyen Foning menceritakan mimpi yang didapatkannya itu. Perkenalan itu dilanjutkan oleh mereka dengan bergerak menuju pemberhentian pertama mereka: di seputaran gunung Merapi. Ditemani dengan Marsha, asisten riset mereka, ia menyebutkan bahwa menjadi penting untuk berkenalan dengan budaya kratonan Jogja yang hidup di sekitar masyarakat gunung Merapi.

Kunjungan riset pertama mereka di rumah Pak Suharno, selaku juru kunci makam Adipati Jayaningrat. Tujuan mereka untuk datang ke tempat tersebut adalah untuk berziarah ke makam Patih Jayadiningrat dan melakukan sebuah riset tentang sejarah kedatangan Patih Jayadiningrat ke Jogja. Alyen Foning membawa persembahan ‘phago reep’ – benih Oroxylum indicum dari rumah leluhurnya, dupa dan minyak pinus dan juniper untuk Gunung Merapi dan Nagaraja Api yang tertidur di dasarnya, Laut Selatan dan Ratu, Leluhur, Pelindung dan Sang Ratu. Roh Harimau. Alyen Foning terkejut ketika mengetahui dari cicit Adipati Jayadiningrat (Leluhur yang melindungi aliran lahar yang menyebabkan kehancuran) bahwa pohon ‘ge-lanang’ (Oroxylum indicum) yang sama tidak pernah ditebang karena melindungi dan membantu barikade. Pada kunjungan ke lokasi ini, Alyen Foning merasa menemukan interelasi spiritualisme, dilihat dari kesamaan budaya bahkan filosofi hidup masyarakat Jawa dengan kehidupan dia di India. Seperti mitos yang terdapat di gunung Merapi dengan gunung di India, kemiripan jenis binatang atau tumbuhan yang dianggap sakral, hingga beberapa kesamaan nama yang digunakan orang Jawa dengan India.

Dari Spiritualisme untuk Karya yang Kaya

Kunjungan Alyen Foning, Matrahita, dan Marsha tempat-tempat suci untuk bertemu dengan para penjaga ilmu membuat mereka saling belajar banyak hal dari satu sama lain. Perbedaan itu membuat mereka saling memahami dengan rasa hormat. Bersama-sama mereka memulai perjalanan untuk membenamkan diri dalam kebijaksanaan kuno, kenangan dan kisah-kisah Jawa dan Himalaya Timur. Banyak cerita alam kasat mata dan alam gaib yang dipertukarkan dan bersama-sama mereka menemukan bahwa seperti halnya Gunung Merapi, Gunung Kanchenjunga juga mewakili asal usul kehidupan dan terhubung dengan Kosmos, Leluhur, lima unsur, keberadaan dan keseimbangan/kesatuan yang berlawanan.

Itu adalah jembatan tempat dunia spiritual, batin, dan material menyatu. Seperti halnya pegunungan, Laut Selatan dan Sungai Teesta juga merupakan bagian integral dari siklus semua kehidupan dan sangat terkait dengan kekuatan hidup, budaya, dan identitas masyarakatnya. Pelindung roh juga disejajarkan dalam wujud Harimau-Singa Salju dan Nagaraja Api-Naga Air. Melalui perjalanan ini dan dengan pembuatan instalasi bersama-sama terbentuklah kekerabatan yang mendalam dan seluruh dunia melebur menjadi satu. Inilah saatnya bagi mereka semua untuk menyadari keterhubungan mereka meskipun wilayah asal mereka terpisah oleh lautan. Karya instalasi tersebut ditengarai berbahan material kain,  yang digunakan juga bersumber pada kain-kain yang didonasikan oleh banyak pihak. Dalam hal ini, rangkaian cerita dari karya yang mereka ciptakan melebur dengan sejarah panjang kain-kain material kontribusi dari banyak orang tersebut. Secara kebetulan inilah yang membuat Matrahita dan Alyen dalam menemukan ide dan merealisasikan karya seni instalasi tentang perpaduan dua budaya dari berbeda negara.