Taman Budaya Yogyakarta ini dikenal sebagai salah satu sarana wisata di Yogyakarta. Di gedung ini terjadi banyak perhelatan dan aktivasi kebudayaan, sastra, dan kesenian. Lokasi Taman Budaya Yogyakarta berada di Jl. Sriwedari No.1, Yogyakarta yang terletak cukup strategis dari arus kepariwisataan di Yogyakarta (dekat malioboro, alun-alun, rumah pintar, dan gedung-gedung cagar budaya lainnya). Pemilihan Taman Budaya Yogyakarta (terspesifik pada ruang pamer, di lantai satu) sebagai lokasi pameran Biennale Jogja 17 ini seiring dengan eratnya unsur aktivitas berkesenian dan kebudayaan di lokasi.
Kampoeng Mataraman merupakan salah satu unit usaha Desa Panggungharjo yang terletak di Jalan Ringroad Selatan Nomor 93. Konsep yang dibangun dari unit usaha ini adalah ingin mengembalikan suasana Kerajaan Mataram. Maka dari menu makanan yang dijual, arsitektur bangunan, hingga seragam yang dipakai karyawannya merepresentasikan budaya Jawa gaya Yogyakarta. Biennale Jogja 17 akan mengambil tempat di pendapa selatan Kampoeng Mataraman.
The Ratan merupakan unit usaha hasil kerja sama antara Desa Panggungharjo dengan Java Advertising sebagai investor yang pemiliknya juga salah seorang warga Desa Panggungharjo. Terletak di utara Kampoeng Mataraman, The Ratan bergerak di jasa penyewaan gedung serba guna (multi used building) untuk keperluan pernikahan, acara musik, gathering, dan lain-lain. Dalam helatan Biennale Jogja 17, ruang kaca The Ratan akan digunakan sebagai ruang pamer.
Kawasan Budaya Karang Kitri menjadi salah satu ruang budaya yang terletak di Sawit, Desa Panggungharjo. Di kawasan ini berdiri sebuah balai yang biasanya digunakan untuk berbagai aktivitas seni dan budaya. Balai budaya ini juga sudah dilengkapi dengan seperangkat gamelan. Di selatan balai budaya, berdiri sebuah tempat pengelolaan sampah yang telah terintegrasi dengan aksi reuse, reduce, recycle. Di kawasan ini juga terdapat mata air dan embung yang diharapkan dapat membantu pengairan di sekitarnya.
Pendhapa Art Space atau lebih dikenal dengan sebutan PAS awalnya adalah bangunan perluasan untuk proses kreatif dari Studio Satiaji Sculpture & Artwork milik Dunadi (pematung). Studio tersebut bergerak di bidang produksi pembuatan karya seni tiga dimensi. Pendhapa Art Space mulai dibangun bertahap dan dirancang sendiri pada tahun 2006 oleh Dunadi (perupa tiga dimensi dan pemilik PAS), pada awalnya Pendhapa Art Space bernama Pendopo Sapto Aji dan merupakan gedung serbaguna yang mulai dibuka untuk umum pada tahun 2011, dan berkembang menjadi art space pada tahun 2013. Tahun
2015 memulai menginisiasi program seni secara mandiri bernama STARTUP.
Mulai tahun 2016, Pendhapa Art Space terdaftar menjadi badan usaha mandiri yang bergerak dalam bidang kegiatan kesenian dan kebudayaan. Pengembangan menjadi art space ini merupakan mimpi besar Dunadi, yaitu “membuat sebuah ruang yang didedikasikan untuk dunia seni dan masyarakat lokal maupun internasional.”
Pendhapa Art Space juga berinisiasi membuat programprogram seni budaya berupa pameran, pertunjukan tari, dan teater, diskusi seni, workshop seni, dan lain sebagainya, baik program-program mandiri ataupun program-program yang bekerjasama dengan komunitas atau institusi seni budaya yang ada di Yogyakarta maupun mancanegara.
Lohjinawi Studio merupakan sebuah studio terbuka hijau yang mewadahi kegiatan-kegiatan residensi seniman, dan budayawan. Lohjinawi terletak di Gg. Pancawala No. RT. 4, Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul dan masih berada di sekitar pemukiman warga. Studio ini masih berada di kawasan aktivitas berkesenian di Yogyakarta. Dengan berbagai riset yang dilakukan oleh para seniman, dan strategisnya lokasi, Biennale Jogja 17 menggunakan lokasi tersebut untuk melakukan pameran.
Terletak di tanah kas Desa Bangunjiwo, Sekar Mataram menjadi salah satu unit usaha milik Pemerintah Desa Bangunjiwo. Sekar Mataram berdiri pada tahun 2021 dengan konsep arsitektur bangunan Jawa dipadupadankan dengan lahan terbuka hijau. Sekar Mataram tidak hanya menyediakan menu makanan dan minuman, tetapi juga tempat serba guna untuk pernikahan dan acara pertemuan lainnya. Nantinya, Sekar Mataram akan menambah fasilitas wisata edukasi untuk menambah daya tarik wisatawan.
Sebuah rumah kecil yang terletak di area Bangunjiwo. Rumah tersebut memiliki halaman yang luas dan rindang. Struktur bangunan terdiri dari genting, tiang kayu penyangga, dan dinding anyaman bambu.
Terletak di Dusun Bibis, Bangunjiwo, monumen ini merupakan cagar budaya karena sejarah panjangnya. Dulunya, lokasi ini pernah menjadi markas Letkol Soeharto dan pasukan Brigade X Divisi III untuk menyusun strategi Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Dimaksudkan sebagai museum, area yang memiliki tiga bangunan ini diisi oleh barang-barang keseharian yang dipakai oleh pasukan tersebut.
Joning Artspace (Njomblang Kemuning) terletak di perbatasan Kelurahan Bangunjiwo (Kasihan) dan Pendowoharjo yg tepatnya di barat daya desa wisata Kasongan, lebih tepatnya secara teritorial di dusun Ngrompang RT 94, Pendowoharjo, Sewon, Bantul. Pada tahun 2015-2019 menjadi homestay, ruang edukasi seni rupa, asrama tempat tinggal mahasiswa asing yang menempuh pendidikan di Yogyakarta. Pada tahun 2020, di awal pandemi, berdirilah Joning Artspace yang merupakan singkatan dari Njomblang Kemuning, sebagai tempat tinggal, homestay, ruang diskusi, pameran seni rupa dan pertunjukan, hingga sekarang.
Kantor Kelurahan Bangunjiwo terletak di Desa Bangunjiwo, Kecamatan Sewon, Bantul. Berbatasan dengan Desa Tamantirto di sisi utara, Desa Tirtonirmolo di sisi timur, Desa Guwosari di sisi barat, dan Desa Triwidadi di sisi barat. Dari pusat kota Yogyakarta, jarak ke Bangunjiwo sekitar 12 km. Berlokasi tidak jauh dari desa, terdapat sebuah universitas besar yaitu UMY, berdiri Pabrik Gula Madukismo, serta jalan raya lintas provinsi.
Terletak di Jl. Goa Selarong, Bibis, Bangunjiwo. Gudang ini memiliki sejarah sebagai pabrik produksi kertas tisu.
Pabrik Gula Madukismo merupakan satu-satunya pabrik gula yang masih berdiri dan aktif di Yogyakarta. Daripadanya, situs ini tidak hanya berhenti sebagai pabrik belaka namun juga bisa dilihat sebagai living museum; sebab pabrik gula sendiri memiliki sejarah panjang di Indonesia dan berharga untuk terus dibicarakan.