Tamu undangan secara tertib menanggalkan alas kaki, lalu berduduk sila di atas tikar anyam berwarna hijau dan kuning. Di hadapan mereka, teh manis hangat, nasi, tempe, tahu, sepotong daging ayam, sepincuk urap sayur dengan tambahan ikan asin, sambal, juga lalapan di atas daun pisang siap untuk disantap. Tamu mancanegara terlihat kegirangan dengan mengenakan sarung tangan plastik sembari mencium harumnya kemangi. Tak lupa diselingi perbincangan kanan-kiri.
Untuk mengawali, Alia Swastika (Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta) berdiri di depan semua tamu. Mulai menjelaskan segala maksud di balik jamuan makan malam pada kesempatan tersebut. Alia memaparkan bahwa secara sengaja memilih konsep lesehan dengan segala hidangannya untuk menepis kesan yang tersemat pada jamuan makan malam yang biasanya eksklusif dan mewah, menjadi tradisional dan intim. Peristiwa itu bernama Dhahar Kembul dalam budaya Jawa.
Hal ini menjadi pembuka untuk menegaskan tema besar Ekuator putaran kedua Biennale Jogja pada tahun ini, translokalitas dan transhistorisitas. Hal yang dianggap biasa saja oleh masyarakat Jawa pada umumnya karena sudah menubuh, dapat dimaknai lain ketika bersinggungan dengan beragam kultur yang dibawa oleh tamu undangan, utamanya yang mancanegara. Bagi tamu dari Asia Selatan, mereka merasa sangat dekat. Sedangkan tamu dari Eropa Timur, ini merupakan pengalaman yang sama sekali berbeda. Kolektifitas terbentuk dalam Dhahar Kembul karena pemosisian makanan dalam satu wadah, daun pisang. Dinding dipecah, sehingga perbincangan menjadi lebih cair.
Kemudian, setelah jamuan makan malam dimulai, Alia mulai menceritakan pula bagaimana proses Biennale Jogja 17 sedari merancang sampai pada kesempatan tersebut. Tak lupa mengajak beberapa seniman residensi untuk menceritakan pengalaman mereka ketika bekerjasama dengan warga desa Bangunjiwo dan Panggungharjo. Duta besar dari Prancis pun mendapat giliran untuk menyampaikan pesan dan kesannya. Hadirin memerhatikan apa-apa saja yang dibicarakan dengan diselingi tawa ketika mendengar cerita yang dituturkan.
Secara formal, jamuan makan malam yang diselenggarakan pada tanggal 5 Oktober 2023 itu ditutup pada pukul 9 malam. Tapi, perbincangan tak usai. Para tamu undangan melanjutkan bercengkerama di teras The Ratan yang temaram. Malam itu begitu hangat meskipun angin malam dan riuh kendaraan tak hentinya menyela.