Tentang

Pameran Anak Saba Sawah: Ruang Komunikasi Inklusif Bagi Anak Untuk Memahami Seni

Jika kita bicara tentang seni di Biennale Jogja pasti tidak akan jauh dari misi dekolonisasi dan melibatkan negara-negara luar yang mengangkat hal-hal cukup berat untuk dibicarakan. Tapi apa jadinya jika pada putaran kedua Biennale Jogja melibatkan anak-anak dan membuat program khusus untuk anak? Kolaborasi apa saja dan respon seperti apa yang diberikan untuk anak-anak?

Pameran Anak menjadi salah satu program yang ada pada Biennale Jogja 17 tahun ini, melibatkan sekitar 90 anak yang berasal dari berbagai sekolah negeri di sekitar Dusun Sawit seperti, SDN Sawit, SDN Jarakan dan juga sekolah non-formal seperti Sanggar Anak Alam, Sekolah Akar Rumput, dan Eko Nugroho Art Class. Berlangsung pada 14 Oktober hingga 16 November 2023, Pameran Anak Saba Sawah merupakan program pertama dari Biennale Jogja yang berkolaborasi secara langsung dan khusus untuk anak-anak. Program ini diadakan untuk meninjau dan menumbuhkan kesadaran anak-anak tentang lingkungan sekitar melalui seni dengan tema yang diangkat yaitu Saba Sawah. Saba sendiri merupakan kata yang diambil dari bahasa Jawa dan memiliki arti jalan-jalan ke atau bermain ke. Maka, Saba Sawah berarti bermain ke sawah. Hal ini sejalan dengan agenda Biennale Jogja tahun ini yang berorientasi ke desa-desa.

Semua kegiatan Pameran Anak Saba Sawah dilaksanakan di Desa Panggungharjo, tepatnya di Balai Budaya Karang Kitri. Banyak agenda dan implementasi yang diciptakan oleh Karen Hardini sebagai koordinator program publik dari Pameran Anak Saba Sawah, yang tentunya berkolaborasi dengan anak-anak dengan tujuan mendorong respon mereka terhadap seni dan bagaimana berkesenian dengan cara yang sederhana serta tetap menyenangkan. 

Introduksi Seni Lewat Kolaborasi

Pameran Saba Sawah menjadi salah satu hal yang memberi kesan menarik dan berbeda pada Biennale Jogja tahun ini, hal ini bisa dilihat dari workshop dan kolaborasi yang diciptakan oleh program ini. Jika berhubungan dengan anak-anak pasti tidak akan jauh dari kata “bermain”, sehingga di Pameran Anak Saba Sawah menerapkan bagaimana proses dalam membuat sebuah karya juga bisa dilakukan sambil bermain. Adapun kolaborasi yang dilakukan oleh Biennale Jogja dengan anak-anak sebelum acara pembukaan Pameran Anak Saba Sawah, pada 14 Oktober dan 16 Oktober 2023 anak-anak dari Sanggar Anak Alam, SD Negeri Jarakan, SD Negeri Sawit terlibat dalam melukis kerai bambu yang sudah diberi sketsa dan dieksplorasi sesuai keinginan mereka dengan judul “Sawah Imajinasi” seolah sedang merefleksikan sawah yang mereka lihat saat ini, kegiatan ini dipandu oleh Imam Nasrullah. Selain itu, ada pembuatan mainan anak berupa wayang dari kertas yang dibentuk dan digambar sesuai imajinasi mereka, kegiatan ini difasilitatori oleh Dwi Winasih dari Art For Children. Kolaborasi ini tidak hanya untuk melibatkan anak-anak ke dalam regenerasi seni rupa, namun guna menciptakan ruang ekspresi dan apresiasi bagi anak-anak. Mereka memiliki wadah untuk membicarakan persoalan dan isu tentang anak-anak.

Pameran Anak Saba Sawah bukan hanya sekadar sebuah program, namun sebuah agenda yang ingin menunjukan bahwa peran anak-anak di Biennale Jogja juga sangat penting, sebagaimana akar yang selalu membutuhkan tanah, karena Biennale tahun ini bukan hanya sekadar wacana-wacana yang selama ini selalu dibicarakan.

Ekspresi, Eksplorasi, dan Apresiasi Anak-Anak

Ruang bagi anak-anak terlihat jelas saat pembukaan Pameran Anak Saba Sawah, agenda yang sengaja dibuat untuk menjadikan anak-anak sebagai perhatian publik dengan menampilkan potensi-potensi mereka yang dituangkan dalam gerak, nyanyian, dan karya-karya yang dipamerkan. Anak-anak mengekspresikan perasaan mereka dalam sebuah nyanyian dan permainan “Ancak-Ancak Alis” yang menjadi penanda dibukanya Pameran Anak Saba Sawah. Selain itu, adapun penampilan Jaranan Anak Bangunjiwo dan Musik Gandana Eksperimental Bunyi dari Jogja Disability Art.

“Menjadi menarik kalau ruang tersebut kami respons, sekaligus menghimpun sekolah-sekolah. Adapun maksud dan tujuannya, kami ingin merespons sawah menjadi ruang alternatif. Karena kami merasa penting untuk melibatkan anak-anak dan berusaha terlibat dalam proses itu,”— Karen Hardini, Koordinator Program Publik Pameran Anak

Pembukaan Pameran Anak Saba Sawah menjadi pintu eksplorasi bagi anak-anak di sekitar Dusun Panggungharjo dan Bangunjiwo untuk menuangkan imajinasi mereka dengan merespon lokakarya pra pameran hingga pameran berlangsung. Eksplorasi ini menjadi bagian penting dari semua rangkaian karena mampu membuat ruang-ruang yang diciptakan lebih hidup dan bercerita. Jika respon yang diberikan oleh anak-anak berupa ekspresi dan eskplorasi, para pengunjung yang terdiri dari warga sekitar, media, dan mahasiswa merespon itu semua dengan bentuk apresiasi kepada karya-karya yang dibuat dan ditampilkan oleh anak-anak. Tidak hanya ekspresi, eksplorasi, dan apresiasi, pada akhir rangkaian pembukaan pameran, anak-anak diajak untuk menonton bersama BIOSCIL (Bioskop Kecil) serta melakukan diskusi mengenai pelajaran apa yang bisa diambil dari film-film yang diputar.

 

Orientasi Seni Lewat Media Sederhana

Pameran tidak hanya menjadi wadah saja namun membantu anak-anak untuk mengembangkan potensi dan memahami diri mereka dengan cara berinteraksi langsung dengan para fasilitator yang terlibat. Butong Idhar  (inisiator Jogja Disability Art) mengajak anak-anak untuk melakukan orientasi seni melalui pembuatan batik dengan cara yang lebih sederhana. Kerumitan pola dan teknik membatik tidak harus menggunakan canting serta menggoreskannya sebelum lilinnya mengering. Pada Selasa, 24 Oktober 2023 Butong dan anak-anak penyandang disabilitas mengganti bahan lilin dengan campuran tepung terigu dan tepung kanji, pewarna wantek, dan waterglass.

Batik tepung seperti menjadi jalan tikus bagi Butong Idhar dan teman-teman Jogja Disability Art dalam mengenalkan batik sejak dini kepada anak-anak, terutama yang menyandang disabilitas melalui cara yang unik namun tetap edukatif dan mudah untuk dilakukan semua kalangan. Selain itu, bahan-bahan yang dibuat juga ramah terhadap kulit anak dan mudah dicari. Pada praktik pembuatannya, anak-anak juga membuat motif-motif yang menginterpretasikan hal-hal di sekitar mereka, seperti bulan, matahari, bintang, sawah, dan daun-daun. 

 Adapun media sederhana yang dipakai oleh anak-anak berupa kertas daur ulang yang dibuat menjadi cap batik, bersama Nurochmad (Seniman Sanggar Dongaji) anak-anak membuat cetakan motif batik sesuai keinginan mereka yang nantinya dicelupkan ke dalam lilin dan diaplikasikan di atas kain putih. Melalui kegiatan ini anak-anak diberi sebuah pengalaman dalam membuat batik dengan berbagai cara atau melalui cara yang paling sederhana. Selain itu, hal ini mampu memberikan sudut pandang baru bagi anak-anak dalam membuat sebuah karya. Pada proses pembuatannya, anak-anak sangat antusias dan menikmati apa yang mereka lakukan serta aktif merespon hal-hal yang membuat mereka penasaran, seperti kenapa harus menggunakan kertas, mengapa harus diganti dengan tepung. 

Tidak hanya batik, pada tanggal 2-3 November 2023 anak-anak juga diajak untuk merespon tembok-tembok yang ada di samping SD Negeri Sawit bersama Aratu Project dengan melukisnya. Adapun sekolah yang terlibat dari SD Negeri Sawit, SD Negeri Jarakan, dan Sekolah Akar Rumput. Kegiatan mural ini dilakukan dimulai pada pagi hari, di sepanjang tembok sudah disediakan Aratu Project untuk diwarnai oleh anak-anak. Selama mural berlangsung banyak interaksi yang tercipta antar anak-anak dan fasilitator, hal ini menunjukan bahwa seni mampu menjadi ruang komunikasi yang inklusif bagi anak-anak untuk memahami sebuah seni. Adapun respon yang tercipta bukan hanya sekadar memberi warna pada gambar yang sudah ada, namun mereka juga mengekspresikan imajinasi mereka dengan menambahkan gambar-gambar  dan warna yang cukup beragam.

 

Saba Sawah dan Sudut Pandang Komprehensif

Meskipun diberi judul Pameran Anak Saba Sawah, ternyata pada praktiknya tidak sepenuhnya ditujukan semuanya untuk anak-anak dan pengadaan lokakarya. Namun, Biennale Jogja melalui Pameran Anak juga menciptakan ruang diskusi bagi para orang tua pada Minggu, 5 November 2023 untuk memahami perilaku anak-anak mereka lewat “Workshop Parenting: Seni Memahami Perilaku Melalui Mata Anak” bersama Rifatul Khoiriyah, M.Psi, pada kegiatan ini membahas tentang perilaku apa saja yang dilakukan oleh anak-anak, hal-hal seperti apa yang harus dimengerti, dan mengenal sudut pandang anak-anak dalam bertingkah laku. Tidak hanya itu, workshop ini ingin menunjukan bahwa pameran anak ini juga tetap membutuhkan orang tua sebagai peran fundamental bagi anak-anak sebelum mereka mengeksplorasi diri di luar atau di sekolah.

Diskusi bersama orang tua dan lokakarya yang diagendakan oleh Pameran Anak Saba Sawah memiliki sifat yang saling berkaitan dan melengkapi, pasalnya dalam memahami anak ternyata tidak hanya sekadar menuruti apa yang mereka mau tetapi harus tahu seperti apa sudut pandang mereka dalam bersikap dan menentukan sesuatu. Adanya interaksi dan komunikasi pada lokakarya serta diskusi orang tua di Pameran Anak Saba Sawah, memberikan sudut pandang komprehensif untuk saling memahami melalui seni antara anak dan orang tua.

Banyaknya kegiatan interaktif yang ada dalam Pameran Anak Saba Sawah mencoba mengeksplorasi respon anak-anak pada setiap kegiatan untuk mengukur ketertarikan mereka terhadap seni dan cara mereka mengaktualisasikan diri melalui seni. Pada minggu terakhir, Pameran Anak Saba Sawah mengundang anak-anak dan dihadiri oleh SD Neger Sawit, SD Negeri Jarakan, SD Tumbuh, SD Negeri Kasongan, dan Sekolah Akar Rumput untuk mewarnai bersama di Balai Budaya Karangkitri dengan objek ilustrasi dari Gegerboyo. Tidak hanya didatangi oleh anak-anak dan guru pendamping, namun ada beberapa orang tua yang ikut untuk melihat anaknya merespon karya dari Gegerboyo dengan memberinya warna dan ornamen baru di dalamnya. Pada praktiknya, anak-anak dibebaskan untuk menuangkan ide dan kreativitas mereka.

“Saya senang ada kegiatan seperti ini untuk anak-anak, karena mampu melatih kreativitas anak saya dan mungkin kalau bisa setiap tahun gelaran Biennale ada program seperti ini lagi,”— Tri Purwanto, Orang Tua Siswa SD Negeri Kasongan

Sumber: Tim Dokumentasi Biennale Jogja 17

Selain mewarnai, anak-anak juga dihibur oleh komunitas Rumah Dongeng Mentari dengan menceritakan sebuah dongeng tentang pentingnya menjaga alam untuk investasi masa depan, dengan diiringi alunan gitar, Rumah Dongeng Mentari mampu menarik perhatian anak-anak.

Rangkaian ruang ekspresi dan eksplorasi Pameran Anak Saba Sawah semakin intensif dengan kegiatan membuat layangan bersama Mas Santo (Penggiat layang-layang Sleman) pada Senin, 13 November 2023 yang disambut antusiasme tinggi dari anak-anak dari berbagai sekolah di sekitar Dusun Panggungharjo dan Bangunjiwo, layang-layang seperti menjadi media untuk menyimpan memori mereka tentang ruang-ruang yang sudah diciptakan dan menerbangkannya dengan penuh harapan agar ruangnya tetap terjaga.

Sumber: Tim Dokumentasi Biennale Jogja 17

Proses membuat layangan merefleksikan bagaimana anak-anak harus pintar dan teliti dalam menempelkan plastik di kerangka bambu, mereka juga dibiarkan untuk berkreasi dalam menghias layangan.

Pameran Anak Saba Sawah ditutup dengan tetap membuat ruang apresiasi bagi anak-anak yang dari awal hingga akhir terlibat dalam menciptakan ruang-ruang melalui berbagai workshop. Selain itu, pada penutupan Pameran Anak Saba Sawah menampilkan pertunjukan Komunitas Utusan Negeri Dongeng yang membawakan cerita menggunakan alunan musik dan wayang dari kertas kardus untuk menarik perhatian anak-anak dalam menyampaikan pesan melalui gimmick dan guyon. Dihadiri oleh warga sekitar Balai Budaya Karangkitri dan Bangkit Sudi Asmoro sebagai Kepala Dukuh Sawit, anak-anak diajak untuk berpikir kreatif melalui pembuatan wayang dari kardus dan melatih rasa percaya diri mereka dengan tampil di depan umum berperan sebagai pendongeng membawa cerita yang mereka buat sendiri. 

Pameran Anak Saba Sawah dan anak-anak menjadi sebuah pintu jika digambarkan sebagai sebuah bangunan rumah, namun bisa juga disebut sebagai pohon yang harus tetap dirawat agar tetap tumbuh. Prosesi penanaman pohon bersama anak-anak pada penutupan Pameran Anak Saba Sawah ingin menyampaikan pesan bahwa meskipun kegiatan ini sudah selesai, ruang-ruang yang sudah diciptakan oleh anak-anak tidak boleh hilang dan menjadi insidental momen tetapi harus dirawat serta diteruskan.

Semoga akan ada pameran anak pada Biennale di tahun-tahun berikutnya.” (*)