Tentang

Pembukaan Biennale Jogja 17 di Panggungharjo: Peristiwa Lintas Kultur

Mengawali Equator Putaran Kedua, Biennale Jogja mengusung “Titen: Pengetahuan Menubuh-Pijakan Berubah” sebagai tema pada edisi ke 17. Ini merupakan upaya untuk menelisik kembali ke dalam, selepas sebelumnya melebar-luar ke Global Selatan. Untuk melancarkan tujuannya, BJ menyambangi Panggungharjo sebagai salah satu desa tempat belajar dan berekspresi. Kampoeng Mataraman yang terletak di desa tersebut pun, dipilih menjadi tempat dibukanya helatan dua tahun sekali tersebut. Malam itu, 6 Oktober 2023, lapangan penuh oleh pengunjung yang antusias menyaksikan dibukanya helatan Biennale Jogja ke 17.

Simbolisasi pembukaan dengan memukul lesung
Simbolisasi pembukaan dengan memukul lesung

Tari Omah Joged memulai malam pembukaan dengan penampilan yang lucu dan menarik. Berisikan anak-anak perempuan yang masih belia, mereka menghadirkan sajian dengan koreografi dan kostum Jawa yang khas. Disusul dengan sambutan-sambutan dari pihak Biennale Jogja, Desa Panggungharjo, dan  Kementerian Desa PDTT. Gejog lesung menjadi ritus yang menandai mula dari Biennale Jogja 17.

Setelah simbolisasi pembukaan dilaksanakan, Monica Hapsari naik panggung bersama Paguyuban Gejog Lesung Maju Lancar Miri Sawit. Monica mulai nembang, ibu-bapak paguyuban bak paduan suara, berseru menciptakan harmoni. Diiringi dengan bunyi dari piranti milik Monica dan pukulan pada lesung oleh ibu-bapak Miri Sawit, mereka berhasil menciptakan suasana yang magis. Pada bagian akhir, Monica mengajak teman-teman dari Tari Omah Joged untuk ikut menari bersama.

Selanjutnya disambung dengan penampilan Wangak dari Maumere. Mereka menyanyikan lagu-lagu dengan irama yang asik dengan tempo yang cepat. Instrumen tradisional turut mengiringi penampilan mereka. Pengunjung berhamburan memenuhi area depan, lalu menari dan bernyanyi dengan riang gembira.

Lorjhu’ menjadi penampil terakhir pada malam pembukaan tersebut. Band asal Sumenep  ini memainkan musik rock dengan sentuhan kultur Madura. Penonton berjingkrak dan mengangguk menikmati lantunan suara Lorjhu’ yang merdu. Kebahagiaan terpancar dari tiap-tiap muka pengunjung.

Meskipun berembel-embel “Jogja”, BJ memberikan ruang yang luas bagi terbukanya persinggungan kultur. Dengan dibukanya wadah tersebut, kans pertukaran dan pengembangan pengetahuan menjadi lebih besar. Selaras dengan harapan-harapn yang dibawa pada tema Equator Putaran Kedua, Translokalitas dan Transhistorisitas.

Tari Omah Joged
Tari Omah Joged
Monica Hapsari bersama Paguyuban Gejog Lesung Maju Lancar Miri Sawit
Monica Hapsari bersama Paguyuban Gejog Lesung Maju Lancar Miri Sawit
Wangak
Wangak
Lorjhu'
Lorjhu’