Tentang

Dalam Gelap, Menjahit yang Samar

Memasuki penyelenggaraan yang ke-17, Biennale Jogja menginisiasi agenda pemutaran film dengan tajuk Partykelir. Pada edisi pertama yang diselenggarakan tanggal 7 Oktober 2023 di Sekar Mataram, BJ menawarkan sajian drama dokumenter “Ria Rago: Pahlawan Wanita dari Lembah Ndona” (1930) untuk dibincangkan. Film ini berlatar di Ende, Nusa Tenggara Timur. Menceritakan tentang perjuangan Ria Rago, seorang perempuan katolik yang dijodohkan dengan lelaki muslim beristri banyak dengan nama Dapo Doki oleh ayahnya.

Mulanya, lampu-lampu dimatikan. Layar menampilkan visual hitam-putih. Tiada dialog dan bebunyian keluar darinya. Hanya saja, apabila cukup mencermati, suara jangkrik dan kodok dapat terdengar. Pun dinginnya angin yang menerpa. Pengalaman menonton yang unik ketika berhadapan dengan film bisu hitam-putih di ruang yang terbuka. Sayangnya, film tidak berhasil tuntas ditonton. Tiba-tiba ada pemadaman listrik. 

Menyiasati hal tersebut, sesi bincang bersama Eka Putra Nggalu (Kurator Biennale Jogja 17) segera dilaksanakan. Kurator asal Maumere ini menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan film tersebut. Misalnya, Eka menceritakan bahwa pada saat itu pulau Flores begitu maju, dengan indikasi paling mudahnya, sekolah khusus perempuan di sana sudah ada ketika Kartini lahir (1879). Pun persebaran alat berteknologi mutakhir, sehingga film yang dianggap sebagai film pertama di Indonesia tersebut, diproduksi pada tahun 1923 di Ende, bukan di Jawa.

Lebih lanjut, Eka memaparkan bahwa film ini merupakan sebuah propaganda yang dilakukan untuk menyebarkan ajaran Katolik di Flores. Sekitar tahun 1930-an, film ini diputarkan dari satu kampung ke kampung lainnya secara berkala. Uniknya, strategi mereka (Simon Buis sebagai sutradara dan kawan-kawannya) adalah tidak menayangkan film secara penuh. Dengan tujuan, membangun rasa penasaran dan imaji, khususnya pada anak-anak.

Forum ditutup secara resmi pukul 10 malam waktu Indonesia bagian barat. Tapi, perbincangan setelahnya masih bergulir. Dalam kegelapan, penonton merapat membicarakan apa-apa yang masih hinggap dan belum usai. Malam itu begitu intens dan intim.